NUKILAN.ID | Banda Aceh — Gubernur Aceh, H. Muzakir Manaf, menegaskan pentingnya revisi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) sebagai langkah strategis untuk memastikan keberlanjutan pembangunan dan penguatan kewenangan daerah. Penegasan itu disampaikan Mualem, sapaan akrab Muzakir Manaf, saat ramah tamah bersama pimpinan dan anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI di Meuligoe Gubernur Aceh, Selasa (21/10/2025) malam.
Pertemuan tersebut turut dihadiri Forum Bersama (Forbes) DPR/DPD RI asal Aceh, Ketua dan anggota Baleg DPR Aceh, para bupati dan wali kota, akademisi, ulama, tokoh masyarakat, serta pimpinan SKPA dan kepala biro di lingkungan Setda Aceh.
“Atas nama Pemerintah dan seluruh rakyat Aceh, kami menyampaikan terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya kepada pimpinan dan anggota Baleg DPR RI yang sejak siang tadi telah berdialog dan mendengar langsung aspirasi berbagai pihak di Aceh. Kehadiran Bapak dan Ibu sungguh membuat kami tersentuh, karena mencerminkan kesungguhan para wakil rakyat untuk mendengar suara Aceh,” ujar Mualem.
Menurut Mualem, revisi UUPA merupakan cita-cita besar masyarakat Aceh sekaligus instrumen penting dalam memperkuat fondasi otonomi khusus Aceh. Ia menekankan bahwa keberlanjutan Dana Otonomi Khusus (Otsus), pembagian hasil pengelolaan sumber daya alam, serta kejelasan hubungan kewenangan antara Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat menjadi hal yang krusial.
“Revisi UUPA adalah mimpi seluruh masyarakat Aceh. Perpanjangan dana Otsus menjadi sangat penting dan berarti bagi pembangunan dan masa depan Aceh,” tegasnya.
Ia menambahkan, selama ini Dana Otsus telah memberikan dampak nyata dalam pembangunan infrastruktur, peningkatan layanan pendidikan dan kesehatan, serta penguatan ekonomi masyarakat. Karena itu, Pemerintah Aceh berharap dukungan penuh dari DPR RI agar proses revisi UUPA dapat segera tuntas tahun ini.
“Harapan kami dan masyarakat Aceh, agar dengan dukungan Baleg DPR RI melalui revisi UUPA, penguatan dan perpanjangan dana Otsus Aceh dapat terwujud, agar Aceh dapat bangkit dan sejajar dengan provinsi lain, dan sangat diharapkan revisi UUPA dapat tuntas di tahun 2025 ini,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan, menegaskan bahwa revisi UUPA bukan untuk mengubah kekhususan Aceh, melainkan memperkuatnya agar sejalan dengan perkembangan hukum nasional.
“Sebuah undang-undang yang lahir tanpa partisipasi publik tidak akan bermakna. Karena itu, kami datang untuk mendengar langsung dari pihak yang mengalami dan memahami kondisi Aceh,” ujarnya.
Ia juga memastikan bahwa semangat MoU Helsinki tetap menjadi ruh utama dalam pembahasan revisi UUPA. “Tidak akan pernah sampai kapan pun UUPA menanggalkan MoU Helsinki. Yang dilakukan hanyalah penyelarasan frasa hukum agar sesuai dengan tata cara pembentukan undang-undang nasional, tetapi semangat dan substansi tetap sama, yaitu demokrasi politik, demokrasi ekonomi, dan kekhususan Aceh.”
Bob Hasan berharap proses pembahasan revisi UUPA dapat segera dirampungkan sesuai harapan Pemerintah Aceh.
“Mari sama-sama kita berdoa dan berikhtiar agar proses ini berjalan cepat dan lancar. Semangat Mualem untuk Aceh yang maju dan berdaulat harus kita dukung bersama,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Mualem juga menyinggung potensi besar Aceh di sektor energi, termasuk temuan cadangan gas di wilayah Andaman oleh Mubadala Energy. Ia menyebut potensi tersebut sebagai peluang strategis bagi Aceh untuk berkontribusi lebih besar terhadap ekonomi nasional.
Selain itu, ia turut mengapresiasi perhatian pemerintah pusat terhadap beberapa usulan penting, salah satunya proyek pembangunan Terowongan Geurutee di jalur barat Aceh. Proyek tersebut, kata Mualem, telah disetujui dan sedang dalam tahap peninjauan oleh Bappenas.
“Jika ada mobil tangki CPO mogok di jalan Geurutee itu, jalur bisa terputus. Karena itu, Alhamdulillah proyek terowongan Geurutee telah dikabulkan, demi keselamatan dan kelancaran transportasi, serta demi kemakmuran masyarakat di wilayah Barat-Selatan Aceh,” ujarnya.
Tak hanya itu, Gubernur Aceh juga menyoroti maraknya aktivitas penambangan liar yang menggunakan bahan berbahaya seperti merkuri. Ia menyebut penggunaan merkuri telah menimbulkan dampak serius terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Untuk mengatasi hal itu, Pemerintah Aceh telah menerbitkan instruksi gubernur terkait penataan dan penertiban perizinan di sektor sumber daya alam. Ke depan, kegiatan pertambangan akan diarahkan melalui skema koperasi pertambangan rakyat agar lebih ramah lingkungan dan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat.
[]