Miris, Seorang Pedagang Ditetapkan Tersangka Usai Bantu Perangkat Gampong di Simeulue

Share

Nukilan.id – Seorang pedagang dan juga pemilik toko di Simeulue bernama Surya Mandala terpaksa berurusan dengan pihak kepolisian pasca membantu kesulitan perangkat gampong dan pihak Bank Aceh untuk mencairkan uang tunai pada akhir tahun 2019.

Pedagang toko tersebut menceritakan kronologis peminjaman uang dari perangkat desa Kuala Umo Kabupaten Simeulue itu. Hal itu bermula ketika pihak pedagang dengan sukarela memberikan utang kepada pihak desa/gampong guna pembangunan desa/Gampong.

“Pada Tahun 2019 desa Kuala Umo berutang kepada saya di toko bulan november. Pihak desa mengambil barang-barang material seperti semen, besi dan pagar kawat harmonika dan lain-lain ke toko saya dalam bentuk utang. Kemudian, setelah berhutang selama satu bulan, pada 20 Desember 2019 pihak desa, saat itu ada 5 desa/Gampong memasuki masa pencairan uang desa melalui Bank Aceh Syari’ah, ternyata ketika pihak desa ingin mengambil uang pada saat itu Bank Aceh tidak ada uang cash sebanyak Rp. 830 juta untuk desa Kuala Umo/Kuala Makmur,” ungkap Surya.

Pada saat itu, lanjutnya, keuchik Gampong Kuala Makmur menyebutkan bahwa pihak desa pernah meminta kepada Bank Aceh, jika tidak ada uang sebesar Rp. 830 juta untuk dicairkan dalam bentuk tunai, maka berikan saja dalam bentuk tunai sebesar Rp. 630 juta.

“Sementara, sebesar Rp. 200 juta pihak desa menyebutkan ke Bank Aceh bahwa untuk utang Desa di toko bisa dikirim langsung ke rekening toko,” ujarnya.

Namun, saat itu, Bank Aceh Syariah mengaku tidak ada uang tunai karena akhir tahun. Bahkan hal itu bukan hanya untuk desa Kuala Makmur, namun juga ada desa lain yang tidak bisa mengambil dalam bentuk tunai.

Kemudian, kata Surya, dirinya dihubungi oleh Keuchik bahwa, tidak bisa memberikan dalam bentuk uang tunai karena tidak ada tunai.

“Keuchik sampaikan kepada saya bahwa Bank Aceh tidak ada uang cash. Mereka ingin kirim uang untuk bayar utang desa sebesar Rp. 200 juta. Kemudian, Keuchik juga menanyakan kepada saya apakah ada uang cash Rp. 200 juta, karena BPD/BAS tidak ada uang cash/tunai, apakah ada uang cash/tunai di toko saudara sebesar Rp. 200 juta, karena kami tidak bisa tarik uang tunai. Kebetulan saat itu di toko saya ada uang tunai yang ingin dikirim untuk belanja ke Medan, maka saya jawab ada dan silahkan ambil di toko. Kemudian, Keuchik menyampaikan pihaknya mengirim Rp. 400 juta sekalian dengan pelunasan utang desa Rp. 200 juta, dan pengambilan cash Rp. 200 juta,” jelasnya.

Oleh karena itu, kata Surya, mengingat desa membutuhkan uang cash untuk membeli pasir, batu, kayu hingga ongkos tukang yang dibutuhkan untuk belanja di desa. Pemilik toko merasa tergugah untuk memberikan dalam bentuk uang tunai sebesar Rp. 200 juta.

“Sebagai pemilik toko, uang tunai yang ada pada saya waktu itu saya kasih ke pihak desa, saya tidak perlu lagi kirim ke Bank. Uang cash yang ada sama saya, saya kasih kepada Keuchik Kuala Makmur dan disaksikan oleh perangkatnya, ada bendaharanya, dan TPK nya menyaksikan juga, ada kwitansinya,”paparnya.

Setelah kejadian itu, kata Surya, pada tahun 2019 menjelang Ramadhan dirinya sudah dijadikan tersangka.

“Setelah dijadikan tersangka, saya tanya kepada pihak kepolisian, mereka bilang saya terlibat masalah uang, karena dinilai lebih ke rekening saya. Lalu, saya bawa Pak Kechik langsung kami ke Bank Aceh jumpai pimpinan Bank Aceh di Simeulue,” tambahnya.

Disitu, lanjut Surya menjelaskan, Keuchik Kuala Makmur menjelaskan kejadian seperti tadi. “Disitu juga ada Rajuli yang dengar saat jumpa pimpinan BPD, saat itu ingin ditarik oleh pihak desa sebesar Rp. 830 juta tidak ada uang tunai, jadi cuma ada 430 juta. Kepala BPD juga bilang demikian, memang tidak bisa waktu itu tarik uang sebanyak itu, itu juga sesuai edaran Bupati,” terangnya lagi.

Dirinya juga mengaku heran atas dasar apa kemudian pihak Polres Simeulue menetapkannya sebagai tersangka, padahal dirinya justru membantu memberikan utang kepada pihak desa agar tetap bisa melakukan pembangunan, dan memberikan uang cash yang diperlukan desa, karena Bank Aceh saat akhir tahun itu tidak bisa cairkan uang dalam jumlah besar.

“Kenapa saya membantu desa justru saya yang kena getahnya,” ungkapnya.

Surya berharap keadilan ditegakkan dan yang tak bersalah seperti dirinya tidak dicari-cari kesalahannya.

“Jangan kambing hitamkan saya, karena tak seorang pun boleh dihukum jika dia tidak melakukan kesalahan,” tegasnya.

“Kedzoliman yang paling besar dalam hukum adalah menghukum orang yang tidak bersalah. Hal ini sejalan dengan adigium hukum yang mengatakan “lebih baik membebaskan seribu orang yang bersalah dari pada menghukum satu orang yang tidak bersalah,” sambungnya meluangkan kekesalan.

Sementara itu, Kepala Desa Kuala Makmur, M. Rais Nasution membeberkan bahwa dari perkara tersebut, pihak Polres Simeulu juga memanggil dirinya yang awalnya hanya sebagai saksi atas kasus tersebut.

Dalam perkaran ini, Polres Simeulu menahan Kepala Desa sebagai tersangka dalam perkara tersebut. Akan tetapi Kepala Desa memohon kepada pihak Polres Simeulu untuk tidak ditahan.

“Pihak Polisi awalnya mengabulkan agar saya tidak ditahan dengan catatan katanya harus memberikan uang jaminan Rp150 juta,” jelas Rais.

Namun, belakangan setelah melakukan berbagai upaya hingga menjual emas keluarga dan sebagainya. Ternyata dirinya hanya mampu mengumpulkan uang Rp. 80 juta kepada pihak Reskrim Polres.

“Setelah menyerahkan uang jaminan tersebut kepala pihak Polres Simeulue yang dalam hal ini kepada Satreskrim. Saya terkejut ketika kemudian disodorkan sebuah surat yang menyatakan bahwa, uang itu bukan sebagai jaminan, akan tetapi sebagai uang sitaan Negara dari tangan Kepala Desa.

Mengetahui hal itu, Kepala Desa awalnya bersikeras tidak mau menandatangi surat yang disodorkan pihak Reskrim Polres Simeulu.

“Namun setelah dipaksa, saya terpaksa menandatanganinya,” pungkas Rais.

Reporter: Irfan

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News