NUKILAN.id | Banda Aceh – Matahari semakin tenggelam di ufuk barat, memancarkan warna jingga di langit Gampong Jawa, Kecamatan Kuta Raja, Banda Aceh. Di tepi pantai, hiruk-pikuk kehidupan masyarakat pesisir terasa begitu hangat. Anak-anak berlarian di pasir, sementara orang dewasa menikmati waktu luang di kafe-kafe pinggir pantai. Namun, di tengah kesibukan itu, Suherman dan rekannya memiliki tugas penting yang harus diselesaikan.
Dengan semangat pantang menyerah, Suherman dan beberapa nelayan lainnya menarik pukat dari laut. Mereka membentuk formasi kiri dan kanan, dengan tali melilit di pinggang, sementara di laut ada seorang nelayan lain yang memantau dari atas perahu. Proses tarik-menarik pukat ini bukan sekadar mencari rezeki, tetapi juga merawat tradisi yang telah diwariskan turun-temurun.
“Ini kegiatan legal, sudah sejak dulu, nenek moyang mengajarkan kepada orang tua kita lalu diturunkan,” ujar Suherman kepada Nukilan.id, Selasa (16/7/2024) sambil terus menarik pukat.
Di wilayah pesisir Aceh, tradisi tarek pukat masih lestari. Suherman sering mengajak generasi muda untuk ikut serta dalam kegiatan ini, agar mereka tidak melupakan warisan leluhur.
“Dari jarak sekitar 500 meter, pukat dibentang ke laut, tetapi kedua ujungnya tetap di bibir pantai,” jelasnya.
Ikan-ikan mulai terperangkap di jaring-jaring yang dirakit oleh para nelayan. Suherman dan rekannya dengan cekatan mengatur posisi agar proses penarikan tidak terlalu melelahkan. Setiap hari, mulai dari pagi hingga sore, kegiatan tarek pukat berlangsung di laut Gampong Jawa. Sore hari biasanya menjadi waktu tersibuk, dengan kegiatan berakhir menjelang magrib, tergantung kondisi cuaca dan ketinggian air laut.
Puluhan warga sering menunggu di tepi pantai, menyaksikan hasil tangkapan para nelayan. Hasil tangkapan biasanya langsung dijual kepada para penunggu. Meski hasil tangkapan tidak selalu melimpah, para nelayan tetap semangat. Kadang, jaring putus atau rusak, namun hal itu tidak menyurutkan langkah mereka.
“Tetapi kita harus percaya kepada rezeki, berarti hari ini rezeki memang segini,” kata Suherman dengan bijak.
Sementara itu, Aisyah, salah satu warga yang sering menunggu nelayan menyelesaikan tarek pukat, mengatakan bahwa ia dan suaminya sering datang ke pantai untuk menikmati waktu libur akhir pekan. Mereka juga memanfaatkan kesempatan untuk membawa pulang ikan segar hasil tangkapan nelayan. Menurutnya, ikan hasil tarek pukat lebih segar dan terasa manis saat dimasak, selain itu harganya juga lebih terjangkau.
“Kalau di Meulaboh, saya membeli ikan pada nelayan di laut Ujong Kalak, tapi sejak di Banda Aceh sering kemari,” ujar Aisyah yang kini berdomisili di Banda Aceh.
Tradisi tarek pukat bukan sekadar rutinitas mencari nafkah, tetapi juga menjadi bagian dari identitas dan kebanggaan masyarakat pesisir Gampong Jawa. Di tengah arus modernisasi, mereka tetap berpegang teguh pada nilai-nilai tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang, menjaga keberlanjutan dan kelestariannya. (XRQ)
Reporter: Akil Rahmatillah