NUKILAN.ID | BANDA ACEH — Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra dijadwalkan meresmikan Memorial Living Park eks Rumoh Geudong di Kabupaten Pidie, Aceh, Kamis (10/7/2025).
Kehadiran Yusril di Aceh merupakan bagian dari serangkaian agenda kerja bersama Wakil Menteri Hak Asasi Manusia (Wamen HAM), Mugiyanto. Salah satu agenda utama mereka adalah meresmikan monumen bersejarah yang dibangun di atas reruntuhan Rumah Geudong—lokasi yang dikenal sebagai tempat terjadinya pelanggaran HAM berat semasa konflik Aceh.
“Kami datang ke Aceh dengan berbagai agenda, saya bersama Wakil Menteri HAM akan ke Pidie untuk meresmikan monumen Rumoh Geudong, kemudian santunan talih asih kepada korban dan masyarakat di sekitar Rumoh Geudong,” kata Yusril kepada wartawan, usai menghadiri acara silaturahmi dan makan malam bersama Gubernur Aceh Muzakir Manaf di Anjong Mon Mata, Banda Aceh, Rabu (9/7/2025) malam.
Selain peresmian monumen, Yusril juga dijadwalkan menjadi pembicara dalam seminar nasional yang mengangkat isu rencana pengajuan gelar pahlawan nasional bagi almarhum Teuku Daud Beureueh. Tidak hanya itu, ia juga akan menyampaikan khutbah Jumat di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh.
Dalam kesempatan itu, Yusril menyampaikan apresiasi atas sambutan hangat dari Pemerintah Aceh. Ia menekankan pentingnya kerja sama dan komunikasi yang baik dalam membangun hubungan pusat dan daerah.
“Sambutan yang baik dari Pak Gubernur Muzakir Manaf, mudah-mudahan hubungan pribadi yang cukup antara kami ini betul-betul mengakrabkan hubungan kami dengan Pemerintah Aceh,” ujarnya.
“Kami berkeyakinan tidak ada masalah yang tidak dapat dipecahkan. Asal ada iktikad baik dan kemudian kita bermusyawarah mencapai suatu mufakat,” tambahnya.
Sementara itu, Wakil Menteri HAM, Mugiyanto, menegaskan bahwa kunjungan mereka juga bertujuan untuk memperkuat kerja sama dalam bidang hak asasi manusia. Ia menyebutkan bahwa pihaknya telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Pemerintah Aceh terkait berbagai isu HAM, termasuk penguatan pemahaman HAM di kalangan aparatur sipil negara.
“Tentu saja, agenda Kemenham adalah agenda-agenda tentang Hak Asasi Manusia. Penguatan HAM bagi ASN termasuk program-program untuk penyelesaian HAM dan pelanggaran HAM yang terjadi di Aceh. Jadi MoU masih bersifat umum, dan akan diturunkan ke dalam perjanjian ke depan,” ujarnya.
Terkait penyelesaian pelanggaran HAM berat di Aceh, Mugiyanto menyampaikan bahwa pemerintah terus mendorong pendekatan non-yudisial, termasuk pembangunan memorial seperti di lokasi eks Rumah Geudong.
“Yang akan kami lakukan besok sebagaimana disampaikan Pak Menko tadi, peresmian Rumoh Geudong merupakan penyelesaian non-yudisial tersebut,” tuturnya.
Mugiyanto mengaku telah menemui komunitas korban dari peristiwa Rumah Geudong, dan menurutnya, masyarakat memberikan apresiasi atas upaya pemulihan yang dilakukan pemerintah.
“Ini akan terus dilanjutkan penyelesaian non-yudisial, fokusnya pada pemulihan hak-hak korban supaya peristiwa tersebut tidak terjadi lagi ke depan,” ujarnya.
Memorial Living Park Aceh dibangun sebagai bentuk penghormatan kepada para korban pelanggaran HAM berat yang terjadi di Aceh, khususnya dalam tragedi yang dikenal dengan nama Rumah Geudong. Kawasan ini mencakup sejumlah fasilitas, mulai dari gerbang masuk, pedestrian dan jalan, area parkir, taman dan Tugu Perdamaian, masjid dan plaza, hingga ruang bermain anak.
Desain arsitektur taman memorial ini juga mengangkat ornamen khas Pidie, menghadirkan nuansa lokal yang sarat makna sejarah dan budaya.
Rumah Geudong sendiri adalah bangunan rumah tradisional di Desa Bili, Kabupaten Pidie, yang dijadikan markas TNI pada masa konflik Aceh tahun 1989 hingga 1998. Di tempat inilah, menurut berbagai laporan, terjadi penyiksaan terhadap masyarakat sipil dalam rangka pemburuan terhadap pasukan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Pada 20 Agustus 1998, Rumah Geudong dibakar oleh massa, menandai babak baru dalam sejarah panjang luka konflik Aceh.
Kini, pemerintah berupaya menjadikan lokasi tersebut sebagai ruang ingatan kolektif. Memorial Living Park bukan hanya simbol penghormatan kepada para korban, tetapi juga pengingat pentingnya keadilan, perdamaian, dan perlindungan HAM di masa mendatang.
Editor: Akil