NUKILAN.id | Tapaktuan – Di balik banyaknya sejarah perlawanan rakyat Aceh terhadap penjajah, nama Mat Sisir mungkin tidak sepopuler Teungku Raja Angkasa, Teungku Cut Ali, atau Panglimo Rajo Lelo. Namun, semangat dan keberanian Mat Sisir dalam melawan kolonial Belanda layak mendapat apresiasi yang sama. Pemuda dari Lawe Sawah, Kluet Timur, Aceh Selatan ini adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang mengorbankan nyawanya demi mempertahankan kehormatan bangsa.
Mat Sisir dikenal sebagai pejuang yang memilih bertindak sendiri tanpa membentuk kelompok perlawanan seperti pahlawan lainnya. Menurut penuturan masyarakat setempat, Mat Sisir dengan gagah berani menghadapi Letnan Kolonial Belanda, Yanderhokf, seorang diri.
Perjuangan Mat Sisir dimulai ketika melihat ketidakadilan dan penindasan yang dilakukan kolonial Belanda terhadap rakyat Kluet. Kondisi ini memicu kemarahan dan tekadnya untuk melawan. Ia mulai mengasah parang dengan alasan untuk memotong daun talas, sebuah alasan yang menimbulkan tanda tanya di kalangan masyarakat. Parang tersebut diasah berulang kali, bukan untuk tujuan biasa, melainkan untuk menumpas penjajah.
Hari yang dinantikan tiba ketika warga diminta menyerahkan upeti atau pajak kepada Letnan Yanderhokf. Mat Sisir datang dengan parang yang telah diasah tajam, tersembunyi di balik kain sarungnya. Tanpa pikir panjang, ia mengeluarkan parang dan menyerang Letnan Yanderhokf, membunuhnya di tempat. Namun, Mat Sisir pun tewas ditembak oleh pasukan Belanda. Ia gugur dalam keadaan sujud pada tahun 1922, dan dimakamkan di Lawe Sawah.
Syahrul Amin, Pegiat Sejarah dan Budaya Kluet, dalam sesi wawancara dengan Nukilan.id, mengatakan kisah perjuangan Mat Sisir tidak hanya berakhir di situ. Syahrul Amin bercerita keturunan Mat Sisir, dua anak laki-laki dan satu anak perempuan, melanjutkan hidup dengan membawa nama besar ayah mereka. Salah satu anaknya, Sabil Iman, lahir di penjara saat ibunya ditahan sebagai akibat dari tindakan berani Mat Sisir. Sabil Iman kemudian dibebaskan bersama ibunya setelah kelahirannya.
Menurut Syahrul Amin, perjuangan Mat Sisir menyimpan banyak pesan moral.
“Semangat dan keberanian rakyat Aceh untuk melawan penjajah patut dihargai. Bangsa yang besar adalah bangsa yang tahu menghargai jasa para pahlawan,” ujarnya kepada Nukilan.id, Sabtu (3/8/2024)
Selain itu, Syahrul Amin juga berharap agar pemerintah memperhatikan makam Mat Sisir dan menjadikannya setara dengan makam pahlawan lainnya, agar warisan sejarah ini dapat dilihat oleh generasi mendatang.
Syahrul Amin, menyatakan bahwa kisah Mat Sisir adalah bagian penting dari sejarah perlawanan rakyat Aceh. ”
Mat Sisir mungkin tidak seterkenal pahlawan lainnya, tetapi keberaniannya adalah simbol perlawanan rakyat kecil terhadap penindasan. Pemerintah perlu memperhatikan makamnya sebagai bentuk penghargaan atas jasanya,” kata Syahrul.
Syahrul juga menambahkan, makam Mat Sisir sebaiknya dipagari agar tetap terjaga dan tidak terganggu oleh hewan ternak.
“Ini adalah cara kita menghormati pahlawan lokal yang telah berjuang demi tanah kelahiran kita. Kisahnya harus tetap hidup dalam ingatan kita semua,” tutupnya.
Perjuangan Mat Sisir adalah salah satu kisah heroik yang tersembunyi di balik sejarah besar perlawanan rakyat Aceh. Semangat dan keberaniannya melawan penjajah dengan senjata sederhana menunjukkan tekad dan keberanian luar biasa. Meskipun ia tidak mendapat gelar atau penghargaan, kisahnya tetap menjadi inspirasi bagi generasi mendatang. Pemerintah dan masyarakat memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan menghormati warisan sejarah ini, agar tidak dilupakan oleh waktu. (XRQ)
Reporter: Akil Rahmatillah