Mengenal 9 Gerakan Gelek Gelombang

Share

NUKILAN.id | Banda Aceh – Seni budaya tradisional dari suku Kluet, khususnya di Kecamatan Kluet Timur, Desa Alai, menarik perhatian dengan gerakan khasnya yang menyerupai seni bela diri. Tradisi ini dikenal dengan nama Gelek Gelombang.

Syahrul Amin, seorang pegiat budaya dan sejarah Kluet, menjelaskan bahwa gerakan dalam Gelek Gelombang menyerupai seni bela diri seperti silat. Hal ini membuat seni tradisional tersebut menjadi salah satu kebanggaan masyarakat Kluet, sekaligus bentuk pelestarian budaya leluhur.

“Anggota Gelek Gelombang menggunakan baju khusus atau baju persatuan terus dipimpin oleh seorang dengan suara yang keras dan lantang dari barisan, dan ada 9 gerakan dalam Gelek Gelombang,” ujar Syahrul Amin kepada Nukilan.id, Minggu (26/1/2025).

Menurut Syahrul, setiap gerakan dalam Gelek Gelombang memiliki filosofi tersendiri. Gerakan pertama adalah penghormatan, yang dilakukan setelah pemimpin memberi aba-aba, “siap mulai.” Pemimpin kemudian berteriak “sembahan, hooop,” dan anggota melakukan gerakan khusus sebagai bentuk penghormatan kepada tuan rumah atau masyarakat yang hadir.

Gerakan berikutnya adalah tepak, yaitu gerakan sepakan di tempat sambil berteriak “haaaa” dengan keras.

“Pemimpin akan meneriakkan ‘tepak, hooop,’ lalu anggota maju satu langkah ke depan dengan gerakan yang sama,” jelasnya.

Setelah itu, gerakan siku dilakukan dengan aba-aba “siku, hooop,” di mana anggota menyerang dengan siku ke arah depan sambil maju selangkah. Gerakan ini dilanjutkan dengan siku metingkat, yang serupa dengan gerakan sebelumnya tetapi dilakukan tiga kali berturut-turut tanpa jeda.

Gerakan kelima adalah bungong, yang dimulai dengan tepukan kedua paha mengikuti aba-aba “bungong, hooop.” Gerakan ini menciptakan irama yang khas, dan dilanjutkan dengan langkah maju ke depan. Sedangkan bungong metingkat adalah versi yang lebih dinamis dengan tiga kali tepukan berturut-turut.

Adapun gerakan jaroe dilakukan dengan tepuk tangan yang berirama sebanyak empat kali.

“Ketika pemimpin berteriak ‘jaroe, hooop,’ anggota melakukan gerakan tepuk tangan di tempat, kemudian maju ke depan,” kata Syahrul.

Gerakan ini juga memiliki variasi yang disebut jaroe metingkat, yang dilakukan sebanyak tiga kali dengan langkah maju berturut-turut. Gelek Gelombang ditutup dengan gerakan penghormatan terakhir kepada pemilik acara dan masyarakat.

“Gerakan ini dilakukan setelah pelatih atau pengurus meletakkan Batee Pinang Ceranoe di depan pemimpin,” tutur Syahrul.

Pemimpin kemudian berteriak “sembahan, hooop,” dan semua anggota melakukan penghormatan terakhir sebelum menuju tempat jamuan.

Gelek Gelombang tidak hanya menjadi bagian dari seni budaya, tetapi juga simbol persatuan dan identitas masyarakat Kluet. Syahrul Amin berharap tradisi ini terus dilestarikan agar generasi muda tetap mengenal dan mencintai warisan leluhur mereka. (XRQ)

Reporter: AKil

spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News