Nukilan.id – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim secara resmi menghapus aturan tes baca, tulis, hitung (calistung) pada seleksi masuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiah (MI) sederajat.
Nadiem menyapaikan, saat ini kemampuan yang dibangun pada anak di PAUD masih sangat berfokus pada calistung Padahal, ada banyak hal yang harus dikembangkan di masa emas tersebut.
āKemampuan calistung yang sering dibangun secara instan masih dianggap sebagai satu-satunya bukti keberhasilan belajar, bahkan tes calistung masih diterapkan sebagai syarat penerimaan peserta didik baru (PPDB) SD/ MI/sederajat,ā ujar Mendikbudristek, Rabu (29/3/2023).
Selanjutnya, ia mengatakan, bahwa tes calistung juga dilarang melalui Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010, tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan serta Peraturan Mendikbudristekdikti Nomor 1 Tahun 2021, tentang Penerimaan Peserta Didik Baru.
Nadiem menjelaskan, agar dapat mengakhiri miskonsepri terhadap aturan calistung maka terdapat empat poin yang harus dilakukan sebagai bentuk pembelajaran, yakni sebagai berikut;
Pertama, satuan pendidikan perlu menghilangkan tes calistung dari proses PPDB pada SD/ MI/ sederajat. Hal ini dilakukan karena setiap anak memiliki hak untuk mendapatkan layanan pendidikan dasar.
Kedua, satuan pendidikan perlu menerapkan masa perkenalan bagi peserta didik baru selama dua minggu pertama. Satuan PAUD dan SD/ MI/ sederajat dapat memfasilitasi anak serta orang tua untuk berkenalan dengan lingkungan belajarnya sehingga peserta didik baru dapat merasa nyaman dalam kegiatan belajar.
Ketiga, satuan pendidikan di PAUD dan SD/ MI/ sederajat perlu menerapkan pembelajaran yang membangun enam kemampuan fondasi anak, yaitu mengenal nilai agama dan budi pekerti, keterampilan sosial dan bahasa untuk berinteraksi, kematangan emosi untuk kegiatan di lingkungan belajar kematangan kognitif untuk melakukan kegiatan belajar seperti kepemilikan dasar literasi dan numerasi pengembangan keterampilan motorik serta perawatan diri untuk berpartisipasi di lingkungan belajar secara mandiri, dan pemaknaan terhadap belajar yang positif.
Keempat, proses yang perlu dihargai oleh satuan pendidikan dan orang tua yang bijak. Setiap anak memiliki kemampuan, karakter, dan kesiapan masing-masing saat memasuki jenjang SD, sehingga tidak dapat disamaratakan dengan standar atau label-label tertentu. [Merdeka.com]