Melihat Kondisi Manggrove di Indonesia

Share

Nukilan.id – Hutan mangrove memiliki peran penting bagi lingkungan maupun kehidupan manusia. Mulai dari habitat keanekaragaman hayati, penahan laju abrasi/erosi, pengendali perubahan iklim (menyimpan cadangan karbon), dan sumber penghidupan bagi masyarakat pesisir.

Berdasarkan data tahun 2021 yang diterbitkan oleh Global Mangrove Alliance, terdapat mangrove seluas sekitar 13,58 hektare secara global. Sebanyak 20% berada di Indonesia, sehingga menjadikan Indonesia sebagai negara dengan mangrove terluas di dunia.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2021) juga telah merilis luas mangrove Indonesia, mencapai 3,36 hektare. Sementara itu baru-baru ini Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) menyatakan total hutan mangrove di Indonesia seluas 4,12 juta hektare. Namun, hanya 3,39 juta hektare yang masih berwujud mangrove.

Dari total luas ini, Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) menyatakan 700 ribu hektare rusak atau mengalami deforestasi. Faktor tertinggi karena usaha tambak.

Kondisi mangrove Indonesia

Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan, terdapat tiga kategori mangrove di Indonesia berdasarkan persentasi tutupan tajuk. Di antaranya adalah kategori lebat, sedang, dan jarang. Kondisi mangrove lebat adalah dengan tutupan tajuk di atas 70%, mangrove sedang dengan tutupan tajuk 30-70%, dan mangrove jarang di bawah 30%.

Data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, tutupan mangrove lebat mencapai 3,12 juta hektare (93%), mangrove sedang 188.363 hektare, dan mangrove jarang 54.474 hektare (2%).

Kemudian, pemerintah juga telah mengidentifikasi mangrove di dalam kawasan hutan mencapai 2,26 juta hektare (79%) dan seluas 702.798 hektare (21%) di luar kawasan hutan. Data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan mengungkap bahwa kondisi mangrove lebat di luar kawasan hutan seluas 586.054 hektare, mangrove sedang di luar kawasan hutan 86.834 hektare, dan mangrove jarang di luar kawasan hutan 29.910 hektare.

Peta mangrove nasional (2021) menunjukkan kondisi dan sebaran mangrove Indonesia. Infografis KKP

Sebaran hutan mangrove

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2021), berdasarkan pulau, tutupan terbesar berada di Papua, dengan luas mencapai 1,63 juta hektare. Sumatra merupakan pulau dengan mangrove terluas di Indonesia, yakni 892.835 hektare. Kemudian, Kalimantan memiliki 630.913 hektare. Sementara itu Bali menjadi pulau dengan ekosistem mangrove terkecil, dengan jumlah 1.894 hektare.

Jika berdasarkan kerapatan tajuk, maka sebaran dengan tutupan yang lebat tertinggi ada di Papua dengan luas 1,08 juta hektare. Sementara itu mangrove lebat terendah ada di D.I. Yogyakarta dengan luas 8 hektare.

Untuk mangrove dengan kondisi sedang terluas ada di Kalimantan Utara dengan luas 41.615 hektare dan sebaran mangrove sedang terendah lagi-lagi di D.I. Yogyakarta seluas 3 hektare. Sementara itu sebaran tutupan jarang terbanyak di Sumatra Utara seluas 8.877 hektare dan mangrove jarang terendah ada di Bali seluas 75 hektare.

Melihat manfaat mangrove

Sejak 2019, Global Mangrove Watch bersama Global Mangrove Alliance mengembangkan peta global mangrove. Peta resolusi tinggi ini juga melacak perubahan dari waktu ke waktu dan menunjukkan rerata kehilangan hutan mangrove melambat di seluruh dunia. Namun sebelum 2016, kehilangan bersih ekosistem ini mencapai sekitar 4,3% selama 20 tahun.

Menurut laporan The State of the World’s Mangroves (2021), aktivitas manusia secara langsung bertanggung jawab atas lebih dari 60% hilangnya mangrove. Faktor utamanya meliputi konversi ke lahan pertanian, budidaya perairan, dan urbanisasi. Sementara itu penyebab tidak langsung termasuk erosi, kenaikan permukaan laut, dan badai, serta banyak yang diperburuk oleh perubahan iklim.

Padahal, mangrove memiliki manfaat yang sangat besar bagi keberlangsungan hidup dan ekosistem. Hutannya yang terbentuk dari ragam pohon dan semak dapat beradaptasi dengan berbagai kondisi karena ada di laut maupun daratan (intertidal). Ekosistem ini juga rumah bagi biodiversitas, termasuk 341 spesies yang terancam secara internasional, mulai dari harimau hingga kuda laut.

Selain itu, hutan mangrove juga sangat cocok untuk perikanan yang berlimpah. Sehingga sangat membantu penghidupan masyarakat pesisir. Penelitian terbaru memperkirakan, lebih dari 80% nelayan skala kecil bergantung pada tanaman ini. Secara global, terdapat lebih dari 4,1 juta nelayan nelayan hutan mangrove.

Hutan mangrove juga berkontribusi besar untuk adaptasi berbasis ekosistem terkait perubahan iklim. Pasalnya, mangrove mampu mengubah karbon dioksida menjadi karbon organik dengan tingkat yang lebih tinggi dibandingkan hampir semua habitat lain di Bumi. Karena itu mangrove juga disebut sebagai ‘karbon biru’.

Menurut laporan Global Mangrove Alliance, saat ini hutan mangrove dunia menyimpan karbon setara 21 giga-ton lebih karbon dioksida. Ini terjadi karena mangrove dengan baik menyimpan karbon biru di dalam tanaman maupun di tanah gambutnya yang tebal. Ini memungkinkannya untuk bertahan dan tersimpan selama berabad-abad.

“Perusakan ekosistem hutan mangrove akan melepaskan karbon ini kembali ke atmosfer, sehingga memperburuk perubahan iklim,” tulis Global Mangrove Alliance dalam laporannya.

Melihat besarnya manfaat tersebut, dan adanya risiko jika mangrove terdegradasi, maka diperlukan upaya serius untuk melindungi hutan mangrove tersisa di seluruh dunia. Serta meningkatkan pemulihan dan melakukan restorasi ekosistem yang telah hilang. Hal ini harus dilakukan, tidak terkecuali, termasuk pemerintah Indonesia. [Betahita]

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News