Melihat Desa Wisata Limbo Wolio, Punya Benteng Terluas di Dunia

Share

Nukilan.id – Siapa yang pernah mengunjungi kota Baubau di Sulawesi Tenggara? Kota ini berada di Pulau Buton yang diapit Laut Banda dan Laut Flores. Lokasi kota ini termasuk strategis dan menjadi daerah penghubung antara kawasan barat dan timur Indonesia.

Baubau juga terletak di Kawasan Wallacea dan pusat segitiga karang dunia (coral triangle). Dengan posisi geografis yang strategis, kota ini memiliki peranan penting dalam alur pelayaran nasional dan sebagai pusat aktivitas di sektor perdagangan.

Baubau juga memiliki banyak tradisi dan budaya yang masih dilestarikan hingga saat ini. Jika mengunjungi Baubau, Anda dapat mempelajari berbagai warisan budaya dan atraksi menarik seperti kande-kandea, alana bulua, dole-dole, tandaki, haroa, tembaana bula, dan berbagai permainan tradisional.

Tentunya Baubau juga memiliki potensi pariwisata yang besar dan punya banyak tempat menarik untuk dijelajahi wisatawan. Salah satunya adalah Desa Wisata Limbo Wolio.

Dalam kunjungan ke desa wisata tersebut pada 9 Juni 2022, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno berpesan kepada seluruh masyarakat agar dapat mempertahankan kelestarian dan keberlanjutan Desa Wisata Limbo Wolio.

Daya tarik Desa Wisata Limbo Wolio

Sandiaga menjelaskan bahwa Desa Wisata Limbo Wolio yang berada di puncak bukit Kota Baubau memiliki benteng terbesar di dunia dengan luas 23,3 hektare dan telah tercatat di Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) dan Guinness Book of World Record pada 2006.

“Desa Wisata Limbo Wolio ini merupakan lokasi benteng terluas di dunia, kita harus jaga, kita harus lestarikan. Dan memang untuk menjaganya ini melibatkan masyarakat, pemerintah, dan seluruh unsur pentahelix,” ujarnya.

Benteng Wolio dibangun berbentuk tumpukan batu karst yang disusun mengelilingi komplek istana. Pembangunan benteng ini bertujuan sebagai pagar pembatas antara komplek istana dengan pemukiman masyarakat sekaligus menjadi benteng pertahanan.

Benteng tersebut awalnya dibangun oleh Raja Buton III bernama La Sangaji yang bergelar Kaimuddin pada abad ke-16. Namun, ketika masa pemerintahan Raja Buton IV, La Elangi atau Dayanu Ikhsanuddin, benteng yang awalnya hanya tumpukan batu tersebut dibangun kembali menjadi benteng permanen. Konon, benteng baru itu dibuat dari bebatuan yang direkatkan menggunakan putih telur, pasir, dan kapur.

Keberadaan Benteng Wolio memberikan pengaruh besar terhadap eksistensi kerajaan pada masa kejayaan pemerintahan Kesultanan Buton. Bahkan, dalam waktu lebih dari empat abad, Kesultanan Buton bisa bertahan dan terhindar dari ancaman musuh.

Nama benteng ini berasal dari kata welia, yang artinya membabat. Konon, pada saat pembangunan benteng ini dilakukan pembabatan pohon-pohon besar di sekitarnya. Benteng Wolio juga dikenal dengan nama lain Benteng Keraton Buton karena di dalamnya terdapat rumah tinggal Sultan Buton.

Benteng ini berada di puncak bukit kapur dengan dikelilingi dinding batu gunung dan kapur laut sepanjang 2.750 meter dan seluas 23,375 hektare. Pada bangunan benteng terdapat 16 buah boka-boka atau pos pengintai (bastion), 12 buah lawa atau pintu gerbang, 16 benteng kecil (baluara), parit dan sistem persenjataan berupa badili atau meriam buatan Portugis dan Belanda. Karena lokasi puncak bukit cukup tinggi dengan lereng terjal sangat memungkinkan tempat ini menjadi benteng pertahanan terbaik pada masanya.

“Namun kualitas dari batu-batu di Benteng Wolio ini perlahan akan tergerus, ini harus ada konservasinya, karena yang harus diperhatikan adalah aspek keberlanjutannya, bagaimana ikon pariwisata Limbo Wolio ini akan menjadi warisan untuk anak cucu kita, untuk ratusan tahun ke depan, jadi harus kita jaga,” kata Sandiaga.

Ratusan tahun kemudian, Benteng Wolio menjadi obyek wisata unggulan Kota Baubau dan telah dikunjungi ribuan turis domestik dan mancanegara setiap tahunnya. Dari benteng ini, wisatawan dapat menyaksikan pemandangan menakjubkan Kota Baubau dan hilir mudik kapal di Selat Buton. Di kawasan benteng juga terdapat berbagai peninggalan sejarah Kesultanan Buton.

Masjid Agung dan makam-makam sultan

Di dalam Benteng Wolio juga terdapat masjid, istana sultan, makam-makam sultan dan pejabat, serta rumah adat Malige. Sebagai salah satu sultan yang sangat dihormati pad masanya, Raja Buton IV yang juga dikenal dengan nama Sultan Murhum Qaimuddin Khalifatul Khamis mendirikan sebuah masjid yang diberi nama Masigi Ogena atau Masjid Agung Kesultanan Buton.

Masjid Agung Kesultanan Buton ini memiliki 17 anak tangga yang melambangkan jumlah rakaat dalam salat dan terdapat bedug sepanjang 99 cm sebagai lambang asmaul husna, dan pasaknya sebanyak 33 buah sesuai dengan jumlah tasbih.

Di halaman masjid pengunjung bisa melihat sulana tombi, tiang bendera setinggi 21 meter yang dibangun tahun 1712. Tiang dari kayu jati ini digunakan untuk mengibatkan longa-longa, bendera kesultanan yang berbentuk segitiga. Kemudian, ada pula jangkar raksasa dari kapal dagang VOC yang karam di perairan Buton pada 1592.

Selain masjid, ada pula kawasan makam-makam yang dibangun untuk penghormatan kepada jasa-jasa sultan semasa hidupnya. Makam Raja Buton IV pun ada di area tersebut dan di dekatnya terdapat batu Yi Gandangi. Menurut masyarakat setempat, belum sah ke Baubau jika belum menyentuh batu tersebut. Pada zaman dahulu, ada mata air di celah batu yang konon dapat mengeluarkan air ketika ada penobatan raja atau sultan. [GNFI]

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News