NUKILAN.id | Banda Aceh – Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian, mempertanyakan keberadaan uang sitaan dalam kasus korupsiĀ Badan Reintegrasi Aceh (BRA) terkait pengadaan bibit ikan kakap dan pakan runcah di Aceh Timur.
Menurutnya, dari total kerugian negara sebesar Rp15,3 miliar yang telah diaudit oleh Inspektorat, hanya Rp28 juta yang disita untuk diperiksa di pengadilan, sementara sisanya, sekitar Rp15,2 miliar, tidak diketahui keberadaannya.
Alfian menyebutkan, uang sitaan tersebut seharusnya digunakan untuk menutupi defisit anggaran dan mengembalikan kerugian negara sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Rakyat.
Ā “Jika uang hasil tindak pidana korupsi belum dikembalikan seutuhnya, hal ini akan berdampak pada kesejahteraan negara dan merugikan kepentingan masyarakat,” kata Alfian dalam keterangan tertulisnya yang diterima Nukilan, Jumāat (21/3/2025).
Ia menilai bahwa pihak kejaksaan terkesan tidak serius dalam menangani kasus ini, mengingat uang sitaan yang ada tidak mencukupi total kerugian negara yang ditimbulkan.
Hal ini juga bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyatakan bahwa kejaksaan memiliki kewajiban untuk melakukan upaya pemulihan atas kerugian negara.
“Jika kejaksaan tidak melakukan sitaan uang yang sesuai dengan kerugian yang ditimbulkan, maka kredibilitas instansi ini dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi di Aceh patut dipertanyakan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Alfian meminta aparat penegak hukum harus lebih cermat dalam menelusuri aliran dana hasil korupsi ini. Berdasarkan pemantauan MaTA, sejauh ini hanya sekitar Rp28 juta yang diketahui bertransaksi di sebuah showroom, sementara miliaran rupiah lainnya masih belum diketahui keberadaannya. Padahal, jumlah sitaan seharusnya sebanyak mungkin mendekati angka kerugian negara.
Selain itu, Alfian mengungkapkan adanya kemungkinan bahwa uang hasil korupsi tidak hanya dinikmati oleh enam terdakwa, tetapi juga oleh pihak ketiga yang belum tersentuh hukum. Potensi keterlibatan elite politik yang menerima aliran dana hasil korupsi BRA harus ditelusuri lebih lanjut agar praktik penindakan korupsi di Aceh menjadi lebih efektif.
“Sepanjang pemantauan kami, baru kali ini ada kasus korupsi di Aceh yang tidak dikenakan penyitaan uang hasil korupsi secara penuh. Biasanya, dalam kasus korupsi lainnya, penegak hukum selalu melakukan penyitaan aset sebagai alat bukti persidangan dan untuk mengembalikan kerugian negara,” tambah Alfian.
Reporter: Rezi