NUKILAN.ID | TAKENGON – Mahasiswa Program Studi Manajemen Agribisnis Universitas Syiah Kuala (USK) mengikuti field trip selama dua hari di Takengon, Aceh Tengah, untuk mempelajari langsung penerapan Good Agricultural Practices (GAP) serta rantai nilai Kopi Arabika Gayo dari hulu hingga hilir. Kegiatan ini menjadi ajang belajar lapangan yang memperkaya pemahaman mahasiswa mengenai kualitas, keberlanjutan, dan inovasi agribisnis.
Hari Pertama: Memahami GAP di KBQ Baburrayyan
Rombongan mahasiswa memulai kunjungan di Koperasi Baitul Qiradh (KBQ) Baburrayyan, salah satu koperasi kopi terbesar di Aceh Tengah yang dikenal aktif membina petani dan mengelola kopi untuk pasar ekspor.
Di lokasi ini, mahasiswa mendapatkan pemaparan mendalam tentang praktik GAP Kopi, terutama mengenai proses pemanenan yang benar. Mereka belajar bahwa buah kopi harus dipetik secara selektif (selective picking), dengan kriteria matang optimal yang ditandai warna merah ceri mengkilap. Buah matang sempurna menjadi penentu awal kualitas, karena kadar gula yang tepat akan memengaruhi cita rasa akhir.
Mahasiswa juga diajak mengamati proses pascapanen lainnya seperti pengeringan, sortasi, hingga cupping atau uji cita rasa. Selain itu, peserta mendapat kesempatan mempraktikkan penyeduhan kopi dengan teknik yang tepat untuk merasakan karakter rasa kopi tanpa dominasi rasa pahit. Pihak KBQ turut memperlihatkan proses pengemasan dan pemasaran produk kopi sebagai bagian dari rantai nilai yang harus dipahami calon pengelola agribisnis.
Hari Kedua: Menyimak Inovasi di Kebun Percontohan OFI
Perjalanan hari kedua dilanjutkan ke kebun percontohan milik Olam Food Ingredients (OFI), salah satu mitra dagang kopi global. Di sini, mahasiswa disuguhkan informasi tentang varietas unggul Kopi Arabika Gayo dan model agribisnis inovatif yang diterapkan perusahaan.
Salah satu praktik yang paling menarik perhatian mahasiswa adalah integrasi antara budidaya kopi dan ternak lebah madu. Kolaborasi dua komoditas ini memberi dua keuntungan besar: meningkatkan produktivitas kopi berkat peran lebah dalam penyerbukan, dan memberikan nilai tambah melalui produksi madu. Model integrasi ini memberi gambaran nyata mengenai penerapan pertanian berkelanjutan sekaligus peluang peningkatan pendapatan bagi petani.
“Kegiatan ini membuka mata mahasiswa kami bahwa manajemen agribisnis modern tidak hanya fokus pada satu komoditas, tetapi juga pada praktik berkelanjutan, kualitas dari hulu, dan inovasi integrasi seperti kopi dan madu. Ini adalah ilmu lapangan yang tak ternilai,” ujar Mujiburrahmad, Ketua Program Studi Manajemen Agribisnis.
Mendorong Lahirnya Pengelola Agribisnis Masa Depan
Melalui pengalaman langsung di lapangan, field trip ini diharapkan dapat menanamkan pemahaman lebih luas kepada mahasiswa tentang pentingnya kualitas dan keberlanjutan dalam mengelola agribisnis. Kegiatan ini sekaligus diharapkan memotivasi mereka untuk merancang model usaha pertanian yang lebih inovatif dan berdaya saing.
Dengan melihat langsung praktik terbaik agribisnis kopi di Takengon, mahasiswa kini memiliki bekal baru untuk menghadapi tantangan dunia kerja dan menjadi bagian dari generasi pengelola agribisnis yang adaptif serta berorientasi pada keberlanjutan. (XRQ)






