NUKILAN.id | Meulaboh – Kebijakan Bupati Aceh Barat yang melarang aparatur sipil negara (ASN) merokok di lingkungan kantor pemerintahan menuai tanggapan dari berbagai kalangan. Dari sudut pandang sosiologis, larangan tersebut dinilai sebagai langkah strategis yang patut diapresiasi, meski implementasinya tetap memerlukan dukungan dari seluruh elemen birokrasi.
Sosiolog Aceh, Dr. Masrizal, menilai bahwa larangan merokok di ruang lingkup perkantoran pemerintah memiliki dimensi sosial yang penting, terutama dalam menciptakan perubahan perilaku di lingkungan birokrasi.
“Secara sosiologis kebijakan larangan merokok bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya asap rokok, menciptakan lingkungan sehat, dan mengubah perilaku masyarakat,” ungkap Masrizal kepada Nukilan.id, Senin (14/4/2025).
Akademisi FISIP Universitas Syiah Kuala tersebut menambahkan bahwa kantor pemerintahan sebagai ruang publik idealnya menjadi contoh dalam mendorong budaya hidup sehat, termasuk dalam upaya pengendalian konsumsi rokok di ruang kerja.
“Tentu ini suatu hal yang baik yang harus didukung, karena pada ruang publik seperti dikantor-kantor pemerintahan,” lanjut Masrizal.
Namun demikian, menurutnya efektivitas regulasi ini tidak semata-mata bergantung pada larangan tertulis, tetapi sangat ditentukan oleh sikap dan komitmen dari para pemangku kebijakan serta lingkungan kerja itu sendiri.
“Namun apakah larangan tersebut akan efektif atau tidak, tentu ini perlu dicontohkan terlebih dahulu oleh pimpinan di masing-masing OPD atau SKPD, serta ada kemauan dari semua untuk saling mengingatkan,” tegasnya.
Masrizal menekankan pentingnya keteladanan dari para pejabat struktural, agar aturan ini tidak hanya menjadi formalitas, melainkan mampu membentuk budaya kerja yang lebih sehat dan produktif.
Meski tidak mudah, perubahan budaya merokok di kalangan ASN dinilai mungkin tercapai bila disertai kontrol sosial yang kuat, pengawasan berjenjang, serta adanya kesadaran kolektif dalam menjaga lingkungan kerja yang bebas asap rokok. (XRQ)
Reporter: Akil