NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Ketertarikan terhadap budaya Indonesia, khususnya bahasa dan kehidupan masyarakat Aceh, membawa Htet Eaint Khine, mahasiswi asal Myanmar, ke Banda Aceh. Melalui program Beasiswa Darmasiswa, Htet memilih Universitas Syiah Kuala (USK) sebagai tempat menimba ilmu sekaligus menjelajahi kekayaan budaya lokal.
Menariknya, keputusan Htet bukan tanpa alasan. Ia punya prinsip kuat dalam menentukan pilihan dan tidak mudah terpengaruh informasi yang sudah tersaji di media sosial.
“Saya ingin melihat sisi lain Indonesia yang jarang terekspos media sosial. Sumatra, khususnya Banda Aceh, menawarkan kekayaan budaya dan keindahan alam yang luar biasa,” ujar Htet, Selasa (20/5/2025).
USK Jadi Pilihan karena Reputasi
Lebih lanjut, Htet menjelaskan bahwa USK dipilih karena merupakan salah satu perguruan tinggi terkemuka di Aceh. Selain itu, kampus ini memiliki program akademik yang ramah bagi mahasiswa internasional. Tak hanya belajar Bahasa Indonesia, ia juga ingin memperdalam pemahaman tentang budaya lokal yang unik dan berakar kuat pada tradisi.
Setibanya di Banda Aceh, kesan pertama yang ia rasakan adalah suasana damai dan keramahan masyarakat. Meskipun ia seorang penganut Buddha, Htet mengamati secara terbuka bagaimana kehidupan masyarakat Aceh sangat dipengaruhi nilai-nilai Islam.
“Saya sangat terkesan dengan bagaimana nilai-nilai Islam begitu terintegrasi dalam kehidupan sehari-hari di sini,” ujarnya.
Tantangan Bahasa dan Aksen Lokal
Dalam proses belajar, tentu ada tantangan yang harus dihadapi. Salah satunya adalah pengucapan serta memahami berbagai aksen lokal yang cukup beragam. Meski begitu, Htet justru mengapresiasi struktur Bahasa Indonesia yang menurutnya cukup sederhana dan fleksibel.
“Bahasa Indonesia fleksibel dan tidak terlalu rumit secara tata bahasa, membuat saya lebih percaya diri untuk mengekspresikan diri,” tuturnya.
Perkembangan kemampuannya semakin terasa ketika ia berhasil menulis esai budaya untuk ujian. Pada awalnya, ia merasa kesulitan menyampaikan ide secara jelas. Namun, kini ia bisa menulis dengan lancar dan penuh percaya diri.
“Awalnya sulit menyampaikan ide dengan jelas, tetapi kini saya bisa menulis dengan lancar dan percaya diri,” kata Htet.
Merayakan Idul Fitri dan Mengenal Tradisi Aceh
Selain mengikuti perkuliahan, Htet juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan budaya. Ia kerap berinteraksi dengan mahasiswa lokal dan warga sekitar. Salah satu pengalaman paling berkesan baginya adalah saat merayakan Idul Fitri di Banda Aceh.
“Perayaan Idul Fitri di sini sangat berbeda dengan di Myanmar. Saya kagum dengan tradisi khas Aceh, seperti salam-salaman dan pertemuan masyarakat. Ini memperkaya perspektif saya tentang hubungan antara agama dan budaya,” ungkapnya.
Kagum pada Kuliner dan Keramahan Warga
Tidak hanya budaya, kekayaan kuliner dan keindahan alam Aceh juga meninggalkan kesan mendalam bagi Htet. Ia menyebut Mie Aceh dan Sate sebagai hidangan favoritnya selama tinggal di Banda Aceh. Namun, bukan hanya makanan yang membuatnya terkesan.
“Namun yang paling membekas adalah keramahan penduduk Banda Aceh. Mereka membuat saya merasa diterima dan nyaman,” ucapnya.
Melalui pengalaman ini, Htet Eaint Khine berharap bisa membagikan kisahnya ke dunia. Ia ingin menjadi jembatan pemahaman antarbudaya, khususnya antara masyarakat Asia Tenggara. Bagi Htet, belajar di Aceh bukan hanya tentang pendidikan, tapi juga tentang memahami manusia, nilai, dan perbedaan yang menyatukan.
Editor: Akil