NUKILAN.ID | IDI — Komunitas Sastra Komplotan Bandit Warung Kopi kembali melanjutkan agenda Parade Bedah Buku Sastra, kali ini di SMAN 1 Julok, Aceh Timur, Selasa (7/10) pukul 09.00–12.00 WIB. Kegiatan ini menjadi seri ketiga setelah sebelumnya digelar di Café Loyalty, Idi, dan Café Rolly Angkup, Aceh Tengah.
Dalam acara tersebut, dua pembicara utama, Haikal Riza dan Maulana Ikhsan, memantik diskusi seputar buku “Hantu Padang” karya Esha Tegar Putra—pemenang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025 untuk kategori kumpulan puisi.
Buku ini bertema perantauan dan kerinduan terhadap kota kelahiran, menggambarkan bagaimana kenangan masa lalu terus menghantui batin sang penulis. Sebanyak 50 siswa SMAN 1 Julok mengikuti sesi diskusi dengan antusias, menyimak dan menanggapi isi buku secara mendalam.
Kegiatan tersebut merupakan bagian dari program Penguatan Komunitas Sastra yang didukung oleh Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia. Direktur Jenderal Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan, Ahmad Mahendra, menyampaikan bahwa program ini bertujuan menjembatani karya sastra dengan pembaca, mengingat penyebaran buku sastra selama ini belum optimal.
Komunitas sastra, ujarnya, memiliki peran penting sebagai ujung tombak penyebaran karya melalui diskusi dan pengalihwahanaan.
Perwakilan Komunitas Sastra Komplotan Bandit Warung Kopi, May Yusra, berharap kegiatan semacam ini dapat menumbuhkan minat baca, melatih daya kritis, serta memperluas wawasan siswa dalam bidang sastra dan literasi. Selain sesi diskusi dan tanya jawab, kegiatan ini juga memberi ruang bagi siswa untuk berpendapat dan mengasah apresiasi terhadap karya sastra Indonesia kontemporer.
Dalam paparannya, Haikal mengajak peserta untuk memahami sastra secara lebih dalam, mengenali fungsinya di masyarakat, dan belajar memaknai puisi.
“Jika puisi bermakna mengajarkan sebanyak mungkin dengan kata sesedikit mungkin, maka ketika kita memilih kata yang boros, itu perlu dipertanyakan ’kenapa harus kata ini’. Dalam buku ini, Esha menggunakan kata ’ombak laut, badai laut, gelombang laut’ untuk menggambarkan rintangan atau masalahnya,” ujarnya.
Sementara itu, Maulana menyoroti pentingnya keberanian berpikir kritis dalam membaca karya sastra.
“Tidak perlu sopan santun dalam berpikir karena puisi diciptakan untuk kita, para pembaca, agar lebih kritis,” katanya.
Komunitas Komplotan Bandit Warung Kopi menyampaikan apresiasi kepada SMAN 1 Julok atas dukungannya dalam menghadirkan kegiatan literasi di lingkungan sekolah. Kolaborasi ini menjadi bukti bahwa sastra dapat hidup dan berkembang di mana pun, selama ada kemauan untuk membaca dan berbagi gagasan.