Komnas HAM Masih Selidiki Dugaan Pelanggaran HAM Berat di Perkebunan Bumi Flora

Share

NUKILAN.id | Banda Aceh – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) masih melanjutkan penyelidikan atas satu kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu di Aceh, yakni peristiwa berdarah yang terjadi di kawasan perkebunan kelapa sawit milik PT Bumi Flora, Kabupaten Aceh Timur, pada Agustus 2001.

“Masih ada satu penyelidikan lagi yang masih dilakukan untuk kasus yang terjadi di Aceh, kasus Bumi Flora,” ungkap Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, kepada wartawan di Banda Aceh, Kamis (10/4/2025).

Pernyataan itu disampaikan Atnike usai menerima kunjungan kerja Komisi XIII DPR RI ke kantor Komnas HAM Perwakilan Aceh.

Peristiwa tragis di Bumi Flora diduga melibatkan penembakan terhadap warga sipil di area perkebunan sawit. Berdasarkan catatan Komnas HAM, insiden tersebut menyebabkan 31 orang tewas, tujuh lainnya luka-luka, dan satu orang dilaporkan hilang.

Lima Kasus, Satu Masih Berproses

Menurut Atnike, selama ini Komnas HAM telah melakukan penyelidikan terhadap lima kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Aceh yang terjadi selama masa konflik. Kelima kasus tersebut adalah:

  1. Peristiwa Simpang KKA di Kabupaten Aceh Utara

  2. Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Kabupaten Pidie

  3. Jambo Keupok di Aceh Selatan

  4. Timang Gajah di Bener Meriah

  5. Perkebunan Bumi Flora di Aceh Timur

Dari kelima kasus itu, tiga di antaranya—yakni Simpang KKA, Rumoh Geudong, dan Jambo Keupok—sudah diakui oleh Pemerintah Indonesia sebagai pelanggaran HAM berat. Adapun penyelidikan kasus Timang Gajah telah rampung dan kini berada di tangan Kejaksaan Agung.

“Kalau penyelidikan sudah selesai empat kasus di Aceh, dan sudah diserahkan oleh Komnas HAM ke Kejaksaan Agung. Masih ada satu lagi kasus Bumi Flora,” lanjut Atnike.

Pemulihan Korban Masih Minim

Atnike menuturkan bahwa tiga kasus pelanggaran HAM berat di Aceh yang sudah diakui pemerintah era Presiden Joko Widodo disiapkan untuk diselesaikan melalui mekanisme non yudisial, seperti pemulihan hak-hak korban dan keluarganya. Namun, program tersebut kini terhenti akibat pergantian pemerintahan.

“kami harap hal tersebut dapat ditindaklanjuti karena sebagian besar korban pelanggaran HAM berat belum mendapatkan pemulihan,” katanya.

Dari sekitar 5.000 nama korban pelanggaran HAM berat yang telah diajukan untuk mendapatkan pemulihan, hingga saat ini hanya sebagian kecil yang memperoleh haknya. Atnike berharap penyelesaian kasus ini menjadi prioritas pemerintah, dan mendapat dukungan dari Komisi XIII DPR RI.

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News