NUKILAN.id | Banda Aceh — Koalisi NGO HAM Aceh mendukung penuh pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) terkait persoalan pertambangan di Aceh. Dukungan ini disampaikan dengan harapan agar hak asasi masyarakat, khususnya komunitas yang tinggal di sekitar area tambang, menjadi perhatian utama dalam pengawasan kegiatan tambang.
“Peran masyarakat sekitar tambang harus diperhitungkan sebagai bagian dari tim pansus agar proses evaluasi dan pengawasan lebih terbuka dan efektif,” ujar Khairil Arista, Direktur Koalisi NGO HAM Aceh, dalam diskusi kelompok terarah bertajuk Pentingkah Tim Pansus DPRA Terkait Persoalan Tambang di Aceh yang digelar di Moorden Coffee, Banda Aceh.
Dalam keterangan tertulis yang diterima oleh Nukilan.id, Khairil menilai selama ini pengawasan pertambangan oleh instansi terkait maupun pengawas internal perusahaan belum optimal. Hal itu terlihat dari minimnya laporan evaluasi yang diterima masyarakat, sementara kondisi di lapangan terus memburuk tanpa perbaikan yang signifikan.
“Perusahaan tambang, baik legal maupun ilegal, harus dievaluasi tanpa pilih kasih. Kekayaan alam yang diambil dari bumi Aceh semestinya membawa manfaat, bukan bencana dan ancaman risiko bagi masyarakat,” tegas Khairil di hadapan puluhan mahasiswa yang hadir.
Riswati, Direktur Flower Aceh, menyoroti dampak negatif aktivitas tambang terhadap perempuan dan anak yang tinggal di kawasan pertambangan. Menurutnya, pencemaran udara dan air bersih yang kerap terjadi memperburuk kesehatan kelompok rentan ini.
“Ketika persoalan lingkungan, udara, dan air ikut tercemar, perempuan yang memiliki tanggung jawab besar dalam rumah tangga menjadi yang paling terdampak,” ungkap Riswati. “Air bersih bukan hanya untuk konsumsi, tetapi juga untuk kebutuhan harian seperti memasak, mencuci, dan membersihkan.”
Riswati menegaskan pentingnya Pansus DPRA yang tidak hanya berfokus pada persoalan perizinan dan investasi, tetapi juga pada aspek kesehatan, lingkungan, serta keselamatan masyarakat.
“Perlindungan perempuan, anak, dan kelompok rentan harus menjadi prioritas dalam pelaksanaan pansus. Aktivitas tambang harus dilakukan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan,” katanya.
Deputi Direktur Walhi Aceh, Nasir Buloh, menyatakan kesiapan organisasinya untuk mendukung kerja Pansus DPRA jika diberikan ruang. Nasir menekankan pentingnya pengawasan ketat terhadap tambang yang telah menjadi sektor unggulan di Aceh.
“Bumi Aceh tidak akan selamat jika tata kelola tambang tidak diawasi dengan tegas,” ujar Nasir. Walhi Aceh, lanjutnya, memiliki instrumen dan data tandingan yang dapat memperkuat proses pemantauan. Ia juga menekankan perlunya keterbukaan kinerja pansus kepada publik.
“Kami siap memfasilitasi kerja pansus di lapangan dan membantu mengatasi hambatan-hambatan pengawasan,” tambahnya.
Nasir berharap pansus dapat membuka ruang kolaborasi dengan semua elemen masyarakat, mulai dari lembaga swadaya masyarakat, akademisi, hingga mahasiswa.
Diskusi tersebut mempertegas urgensi pengawasan tambang yang inklusif dan transparan untuk memastikan kegiatan pertambangan di Aceh memberi manfaat yang berkelanjutan tanpa mengorbankan lingkungan dan kehidupan masyarakat.
Editor: Akil