NUKILAN.id | Banda Aceh – Koalisi Keberagaman yang terdiri dari lebih dari 25 organisasi masyarakat sipil di Banda Aceh menyerahkan dokumen kertas kebijakan Rekomendasi Pembangunan Kota Banda Aceh Periode 2025–2030 kepada Wali Kota Illiza Sa’aduddin Djamal dan Wakil Wali Kota Afdhal Khalilullah, Senin (14/4/2025), di Balai Kota Banda Aceh.
Koalisi yang terdiri dari beragam unsur—mulai dari LSM lingkungan, akademisi, aktivis, seniman, komunitas minoritas, media, hingga kelompok perempuan dan disabilitas—menggelar audiensi sebagai bentuk dukungan terhadap pembangunan kota yang lebih inklusif, transparan, dan berkelanjutan.
Dalam pembukaan, perwakilan Koalisi Keberagaman, Destika Gilang Lestari dari GeRAK Aceh, menyampaikan bahwa audiensi ini merupakan bentuk kolaborasi nyata antara masyarakat sipil dan pemerintah.
“Dokumen ini merupakan masukan strategis bagi Pemerintah Kota Banda Aceh dalam menyusun arah pembangunan lima tahun ke depan yang lebih berpihak kepada semua kalangan, tanpa terkecuali,” ujar Destika.
Sorotan Isu Perempuan, Pemuda, dan Disabilitas
Dalam pertemuan tersebut, berbagai isu krusial disuarakan oleh perwakilan koalisi. Dari sektor perlindungan perempuan, Wanti Maulidar dari PKBI menekankan pentingnya layanan gratis bagi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kekerasan seksual. Ia juga mengusulkan pembentukan reusam gampong untuk perlindungan perempuan dan anak, serta pemberdayaan ekonomi perempuan pesisir melalui pengelolaan hasil laut seperti tiram, kerang, ikan asin, dan keumamah.
Tak hanya itu, Wanti juga menekankan perlunya penguatan forum Musrenbang Perempuan sebagai kanal partisipasi perempuan dalam pembangunan.
Sementara itu, dari kelompok pemuda, Dwy Alfina dari KAMu DemRes mendorong lahirnya kebijakan mitigasi terhadap judi online dan rokok di kalangan remaja. Ia juga mengusulkan penyelenggaraan lomba game edukatif dan olahraga tradisional di tingkat gampong serta pengembangan ruang ekspresi untuk konten kreator muda, penyandang disabilitas, dan komunitas minoritas.
“Kami juga mendorong pelatihan konten kreator pemula, integrasi pendidikan seksualitas di sekolah diniyah, dan penguatan forum Musrenbang Pemuda,” jelas Dwy.
Dari perspektif penyandang disabilitas, Erlina Marlinda dari CYDC Aceh mengajukan usulan beasiswa afirmatif dan penerapan prinsip aksesibilitas di semua sektor layanan publik.
“Mulai dari trotoar, toilet wisata, rumah ibadah, hingga taman kota—semua harus inklusif bagi disabilitas,” ungkapnya. Ia juga mendorong pembentukan forum Disabilitas dan peningkatan kapasitas aparatur gampong dalam penanganan bencana yang inklusif.
Perwakilan orang muda dari kelompok minoritas, Kevin Leonardy, turut menyuarakan pentingnya pelatihan inklusif bagi aparatur gampong serta keterbukaan data penerima bantuan sosial seperti DTKS untuk kelompok minoritas, lansia, dan disabilitas.
“Forum Minoritas juga perlu dibentuk sebagai ruang kolaborasi yang adil dan setara,” ujarnya.
Wali Kota: Peran CSO Sangat Penting
Menanggapi masukan-masukan tersebut, Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal, menyampaikan apresiasinya terhadap keterlibatan aktif masyarakat sipil dalam proses pembangunan kota.
“Kertas kebijakan yang diberikan sangatlah penting bagi pemerintahan kota. Dokumen ini langsung saya kirimkan ke perumus yang lagi berdiskusi tentang rencana pembangunan daerah Kota Banda Aceh, dan kita akan berupaya mengakomodir masukan-masukan yang tertera di dalam kertas kebijakan yang telah diberikan,” kata Illiza.
Ia juga menekankan bahwa peran organisasi masyarakat sipil sangat strategis untuk menyatukan ide, membangun kepercayaan, dan mempercepat kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat.
Wakil Wali Kota Banda Aceh, Afdhal Khalilullah, turut menyambut baik audiensi tersebut. Keduanya menyatakan komitmen untuk membuka ruang-ruang dialog serupa secara berkelanjutan sebagai bentuk sinergi dan keterbukaan pemerintah.
Hasil dari audiensi ini akan dirangkum dalam dokumen tindak lanjut yang akan didistribusikan ke dinas-dinas teknis terkait. Menariknya, Pemerintah Kota Banda Aceh juga meminta GeRAK Aceh untuk menjadi leading sector dalam membentuk Forum Suara Warga Kota Banda Aceh—sebuah inisiatif baru untuk menampung aspirasi masyarakat dari berbagai latar belakang secara lebih sistematis dan berkelanjutan.
Editor: Akil