Kisah Kebangkitan Gampong Nusa: Dari Puing Tsunami Menjadi Destinasi Wisata Hijau

Share

NUKILAN.ID | FEATURE – Udara sejuk dan panorama yang menenangkan akan langsung menyapa begitu kaki menapaki desa ini. Terletak di antara barisan bukit yang menjulang dan hamparan sawah hijau, Gampong Nusa di Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, bagai lukisan alam yang hidup.

Kini, desa ini dikenal luas sebagai salah satu desa wisata berbasis masyarakat yang sukses menghidupkan potensi lokal dan semangat warganya.

Memasuki gerbang utama Gampong Nusa, mata akan dimanjakan dengan pemandangan yang tertata rapi dan bersih. Bukan hanya karena alamnya yang memesona, tetapi juga karena kesadaran warganya dalam menjaga lingkungan. Di sini, kebersihan bukan sekadar kebiasaan, melainkan nilai yang dipegang bersama.

Kesadaran itu juga ditularkan kepada setiap pengunjung yang datang. Warga berharap para wisatawan ikut menjaga kebersihan dan tidak meninggalkan sampah selama menikmati suasana desa.

Keindahan Gampong Nusa seolah begitu alami—perpaduan antara sawah dan perbukitan menciptakan panorama yang menenangkan, bak kepingan surga yang jatuh ke bumi. Tak mengherankan jika desa ini kerap menjadi lokasi favorit untuk berfoto, terutama bagi pasangan yang ingin mengabadikan momen prewedding berlatar alam.

Namun, kisah Gampong Nusa tak berhenti pada keindahan lanskapnya. Di balik pesona alam itu tersimpan cerita perjuangan panjang: bagaimana sebuah desa yang dulunya porak-poranda akibat tsunami, kini bangkit menjadi simbol harapan dan kemandirian.

Dua dekade silam, Gampong Nusa adalah salah satu kawasan yang hancur lebur saat gelombang tsunami menerjang Aceh pada Desember 2004. Banyak nyawa melayang, rumah dan fasilitas umum pun luluh lantak. Namun, seperti halnya masyarakat Aceh lainnya, warga Gampong Nusa memilih untuk bangkit dan menatap masa depan dengan optimisme.

Dalam wawancara yang dilakukan pada September lalu, Nurhayati, Ketua Lembaga Pariwisata Nusa (LPN), mengisahkan awal kebangkitan warganya yang bermula dari program daur ulang sampah yang difasilitasi oleh lembaga internasional ISP dan USAID.

“Saat itu ada 112 orang ibu PKK yang dilatih mendaur ulang sampah organik, seperti sachet kopi yang di anyam sedemikian rupa sehingga menjadi barang yang berguna. Ada juga yang membuat tas, dompet, bunga, kotak tisu, dan sebagainya,” ungkap Nurhayati.

Kreativitas itu ternyata menjadi titik balik. Antara tahun 2005 hingga 2013, Gampong Nusa sering didatangi pengunjung yang penasaran dengan hasil karya warga. Para ibu-ibu pun mulai menjual produk mereka.

“Pendapatan yang diperoleh dari kedatangan orang luar hanya tergantung dari adanya pembelian. Kalau tidak ada yang beli, ya tidak ada uang,” kenang Nurhayati.

Seiring waktu, nama Gampong Nusa semakin dikenal. Banyak wisatawan datang untuk menikmati suasana dan belajar dari aktivitas warga. Melihat potensi itu, sejak 2013 hingga 2015, LPN bersama masyarakat mulai melakukan pemetaan potensi wisata di empat dusun yang ada di desa tersebut.

“Disini kan ada 4 dusun. Jadi masing-masing dusun itu kita gali potensi apa yang dapat dimanfaatkan,” jelas Nurhayati.

Dari hasil pemetaan lahirlah ide untuk membuat berbagai paket wisata yang berakar dari kegiatan sehari-hari masyarakat.

“Misalnya paket wisata memasak. Kan banyak tuh para wisatawan yang penasaran bagaimana cara memasak kuah pliek, kuah beulangong, sie reuboh ataupun kuliner khas Aceh lainnya. Nah, dengan mengambil paket ini para pengunjung kita libatkan langsung saat pembuatannya dan bagaimana cara memasaknya. Kita bungkus kegiatan ini dengan paket wisata Cooking Class,” tutur Nurhayati.

Selain Cooking Class, Gampong Nusa juga menawarkan beragam paket menarik lainnya seperti Paket Tradisional Dance, Paket Menganyam, Paket Tron u Blang, Paket Drop Udeng, hingga Paket Let Tuloe—yakni aktivitas unik mengejar burung pipit di sawah saat musim tanam.

“Burung Pipit ini biasanya akan ramai ketika musim turun ke sawah. Jadi wisatawan yang mengambil paket ini juga akan turut merasakan sensasi bagaimana mengejar burung Pipit alias let tuloe,” terang Nurhayati.

Kini, Gampong Nusa telah memiliki puluhan homestay yang dikelola warga, menjadi tempat singgah nyaman bagi wisatawan yang ingin menikmati malam di desa wisata ini.

Pada tahun 2015, LPN resmi meluncurkan Gampong Nusa sebagai Desa Wisata Berbasis Masyarakat, dengan konsep utama bahwa seluruh kegiatan wisata bersumber dari aktivitas keseharian masyarakat.

“Seluruh paket wisata yang ditawarkan bersandar dari kegiatan-kegiatan keseharian yang dilakukan oleh masyarakat Nusa. Karena itulah kenapa konsep ini disebut wisata berbasis masyarakat,” jelas Nurhayati.

Kerja keras dan kreativitas itu akhirnya berbuah manis. Pada ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2021 di Jakarta, Gampong Nusa meraih Juara I kategori Homestay—sebuah pengakuan nasional atas keberhasilan mereka mengelola pariwisata secara mandiri dan berkelanjutan.

Konsep wisata berbasis masyarakat yang diusung Gampong Nusa bukan hanya memperkuat ekonomi warga, tapi juga menjaga kelestarian budaya serta kearifan lokal.

“Yuk berkunjung ke Gampong Nusa. Bagi pengunjung yang ingin mendapat informasi lebih lanjut silahkan kunjungi Ig @gampongnusaku,” ajak Nurhayati menutup perbincangan.

Kini, Gampong Nusa bukan sekadar tempat wisata. Ia adalah simbol keteguhan hati—sebuah kisah tentang bagaimana luka masa lalu bisa disembuhkan oleh gotong royong, harapan, dan cinta terhadap tanah sendiri. (XRQ)

Reporter: Akil

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News