NUKILAN.id | Feature – Selain dikenal sebagai daerah yang pernah mengalami bencana hebat tsunami, Aceh juga tercatat sebagai wilayah yang memiliki rangkaian sejarah peperangan yang begitu panjang. Sejarah konflik di Aceh bukan hanya tercatat di berbagai literatur dan manuskrip kuno, namun juga dapat dilihat melalui jejak sejarah yang masih ada hingga saat ini. Salah satunya Kherkof Peutjut.
Kherkof Peutjut adalah hamparan lahan seluas 3,5 hektare yang terletak di Gampong Blower, Kec. Baiturrahman, Banda Aceh, dan sekarang menjadi objek wisata menarik, khususnya bagi wisatawan mancanegara (terutama wisatawan asal Belanda). Lokasi wisata ini terletak tak jauh dari Lapangan Blang Padang dan berdampingan dengan Museum Tsunami.
Tempat ini cocok sekali dijadikan sebagai destinasi wisata sejarah. Makam Kherkof dibuka setiap harinya dari pagi sampai sore, dari pukul 08.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB, dengan jam istirahat pukul 12.00 – 14.00 WIB.
Saat memasuki area makam militer Belanda ini, pengunjung akan melihat banyak corak tulisan pada pintu gerbang. Menurut informasi, tulisan-tulisan ini merupakan nama-nama tentara Belanda yang dikebumikan di Kherkof dan ditulis dalam bentuk bahasa Belanda.
Menjejakkan kaki ke dalam, pengunjung akan melihat bentaran makam berwarna putih yang berjejer rapi dengan rerumputan hijau di sekelilingnya. Setiap makam terpacak nisan berisikan informasi tentang nama jasad yang ada di dalamnya.
Diantara raga yang terkubur disini, bukan hanya diisi oleh tentara biasa-biasa saja atau berpangkat rendahan, namun juga terdapat empat perwira Belanda berpangkat jenderal. Salah satunya adalah Johan Harmen Rodolf seorang serdadu berpangkat jenderal yang dikenal sebagai pimpinan perang kala itu di Aceh.
Diriwayatkan dalam berbagai literatur sejarah, Perang Aceh merupakan pertempuran yang terjadi pada abad ke-19 antara Belanda dan Kesultanan Aceh. Perang ini dimulai saat Belanda menyatakan perang kepada Sultan Aceh pada 26 Maret 1873.
Perlawanan rakyat yang berlangsung hampir tiga dekade ini menjadikannya sebagai salah satu perang melawan kolonial terlama dalam sejarah perang di Indonesia. Perang ini melibatkan ribuan pejuang Aceh yang berjuang dengan heroik mempertahankan negerinya dari keinginan penjajah yang hendak merebut tanah leluhurnya.
Dalam terminologi Belanda, Kherkof ini memiliki arti kuburan, sedangkan Peutjut merupakan bahasa Aceh yang bermakna anak kesayangan. Penggalan nama Peutjut ini erat kaitannya dengan keberadaan sebuah pusara yang dihuni anak kesayangan Sultan Iskandar Muda, Meurah Pupok, yang turut dikubur di tempat ini.
Menurut cerita yang berkembang secara turun temurun, Meurah Pupok adalah putra semata wayang Sultan Iskandar Muda yang dihukum mati sang raja karena terbukti meniduri istri salah seorang perwira kerajaan.
Mendapati putranya telah melakukan kesalahan fatal, raja yang adil dan bijaksana ini pun menjatuhkan vonis mati. Meskipun Meurah Pupok berstatus sebagai anak kandungnya, namun Sultan Iskandar Muda kukuh menjalankan konstitusi Kerajaan Aceh Darussalam, yaitu Qanun Meukuta Alam yang bersumber dari Alquran dan Hadis.
Kisah Meurah Pupok merupakan simbol tegaknya syariat Islam di Aceh. Nasib tragis yang dialaminya menjadi pelajaran penting tentang tegaknya hukum dan keadilan. Seperti alasan Sultan kala menjatuhkan vonis itu “Mate Aneuk Meupat Jirat, Mate Adat ho Tamita” (Mati anak tahu kuburannya, mati adat kemana kita cari).
Muhammad Ardian, salah seorang pengunjung yang ditemui di komplek makam militer Belanda ini mengaku tempat ini merupakan kali pertama ia kunjungi.
“Sebelumnya saya sering melewati pemakaman tentara Belanda ini. Tapi belum pernah masuk ke dalam,” terang Ardian, Jumat, 8 November 2024.
Remaja yang baru saja menyelesaikan pendidikan pada sekolah bangku menengah atas ini melanjutkan dirinya tertarik dengan sejarah perang Aceh dan penasaran dengan serdadu Belanda yang terbunuh saat itu.
“Saya banyak mendengar cerita tentang militannya pejuang Aceh kala itu. Ternyata benar ya bang, banyak sekali tentara Belanda yang dikubur disini,” ujar warga Darussalam ini.
Ardian tak sendiri. Ia datang bersama temannya, Ikhsan, seorang mahasiswa USK. Lebih spesifik Ikhsan menceritakan setelah mengamati sejumlah nisan yang ada disini, ia mengambil kesimpulan bahwa terdapat beberapa serdadu Belanda yang lahir di Indonesia.
“Rata-rata tentara Belanda yang dikubur disini mati muda. Diantara mereka ada yang terlihat diaspora, karena beberapa diantaranya ternyata lahir di Indonesia,” terang Ikhsan.
Sebagai orang yang tertarik dengan sejarah, Ikhsan mengatakan keberadaan makam Kherkof ini sangat penting sebagai bukti tentang perang Aceh.
“Saya senang dengan sejarah bang. Semoga saja tempat ini dapat dirawat dengan baik,” tutur dia.
Pada saat tsunami menerjang Aceh, makam Kherkof turut terkena imbasnya. Diketahui, sebanyak 50 salib penanda makam hilang dari tempatnya. Selain pengunjung domestik, Makam Kherkof juga ramai dikunjungi wisatawan mancanegara, terutama warga Belanda.
Area ini ‘dihuni’ oleh lebih kurang 2200 makam serdadu Belanda yang tewas pada Perang Aceh dalam rentang tahun 1873 hingga 1904. Para ‘penghuni’ makam militer Belanda tersebut menjadi saksi bisu betapa sengitnya perang Aceh saat itu.
Pertempuran yang begitu sporadis dan berdarah-darah telah menimbulkan jatuhnya korban jiwa yang tidak sedikit di kedua belah pihak. Meskipun secara resmi berakhir pada 1904, perlawanan secara gerilya terus bergelora hingga 1914 dan berlanjut hingga 1942.
Penulis: Boim