Ketua IKA Ilmu Pemerintahan USK Nilai Gangguan Listrik Aceh di Luar Batas Normal

Share

NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Ketua Ikatan Alumni Ilmu Pemerintahan Universitas Syiah Kuala (USK), T. Auliya Rahman, menilai gangguan listrik yang terjadi di Aceh pasca banjir bandang yang melanda sejumlah wilayah Aceh dan Sumatra berada di luar batas kewajaran.

Menurut Auliya, penjelasan yang disampaikan PT PLN (Persero) terkait pemadaman listrik justru menimbulkan tanda tanya di tengah masyarakat. Ia menyebut, alasan yang dikemukakan PLN terkesan berulang dan tidak menyentuh akar persoalan.

“Gangguan listrik yang terjadi ini sudah di luar batas normal. Penjelasan yang disampaikan justru menimbulkan kecurigaan publik,” kata Auliya kepada Nukilan.id, Minggu (14/12/2025).

PLN sebelumnya menyampaikan bahwa pemadaman listrik terjadi akibat kerusakan sejumlah komponen serta keterbatasan tenaga dan peralatan operasional yang terdampak banjir. Bahkan, informasi terbaru menyebutkan adanya gangguan pada PLTU Nagan Raya Unit 2 yang menyebabkan pemadaman listrik meluas di Aceh.

Namun, menurut Auliya, semakin banyak alasan yang disampaikan, justru semakin memperbesar keraguan masyarakat. Ia menilai persoalan gangguan listrik di Aceh bukan hal baru dan telah berulang kali terjadi sebelum bencana banjir.

“Beberapa bulan sebelum banjir, pemadaman listrik sudah sering terjadi dan berlangsung berhari-hari. Ini jelas mengganggu aktivitas ekonomi masyarakat,” ujarnya.

Auliya mempertanyakan efektivitas perbaikan yang dilakukan PLN. Menurutnya, jika perbaikan benar-benar dilakukan secara tuntas, pemadaman tidak semestinya terus berulang dengan pola yang sama.

“PLN selalu menyebut ‘kerusakan’ dan ‘perbaikan’. Tapi semakin sering diperbaiki, pemadaman justru semakin sering terjadi,” katanya.

Ia juga menyoroti dampak luas pemadaman listrik terhadap perekonomian Aceh. Dalam skala besar, kata Auliya, pemadaman menyebabkan terganggunya sektor industri, mulai dari peternakan ayam petelur, tambak udang dan ikan, hingga industri makanan dan pakaian.

Sementara pada sektor usaha kecil dan menengah, pemadaman listrik memaksa pelaku usaha menanggung biaya tambahan akibat penggunaan genset. Kondisi ini dirasakan oleh pemilik warung kopi, rumah makan, tukang pangkas, bengkel, hingga pelaku usaha mikro seperti penjual minuman, ayam potong, dan es krim.

“UMKM adalah tulang punggung ekonomi Aceh. Ketika listrik padam berjam-jam bahkan berhari-hari, mereka yang paling pertama lumpuh,” ujarnya.

Selain dampak ekonomi, Auliya juga menilai gangguan listrik berdampak pada keterbatasan akses informasi, terutama di tengah situasi pascabencana. Padamnya listrik menyebabkan perangkat elektronik tidak dapat digunakan secara optimal, termasuk untuk menyampaikan informasi melalui media sosial.

“Ketika listrik dan jaringan internet terganggu, arus informasi dari dan ke masyarakat juga ikut terhambat,” katanya.

Di akhir pernyataannya, Auliya menyampaikan satu catatan yang ia sebut sebagai asumsi pribadi. Ia menduga kondisi ini secara tidak langsung mendorong masyarakat untuk mulai beralih ke sumber energi listrik mandiri yang lebih ramah lingkungan.

“Ini memang asumsi, tapi bisa jadi masyarakat sedang ‘dipaksa’ untuk mencari alternatif listrik mandiri,” ucapnya.

Ia pun meminta PLN dan pihak terkait untuk lebih transparan serta serius dalam menangani persoalan kelistrikan di Aceh, agar kepercayaan publik tidak terus tergerus. (XRQ)

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News