Ketua IKA Ilmu Pemerintahan USK Kritik Lambannya Respons Pemerintah Aceh Tangani Banjir

Share

NUKILAN.ID | BANDA ACEH — Ketua Ikatan Alumni (IKA) Ilmu Pemerintahan Universitas Syiah Kuala (USK), T. Auliya Rahman, menyoroti keras lambannya respons Pemerintah Aceh dalam menangani bencana banjir yang melanda hampir seluruh wilayah Aceh dalam beberapa hari terakhir.

Ia menilai pemerintah terkesan pasif dan belum menunjukkan langkah konkret untuk melindungi masyarakat terdampak.

“Kejadian banjir yang menimpa hampir seluruh daerah Aceh kali ini adalah musibah yang sangat serius, dan pemerintah Aceh tidak sepatutnya hanya berdiam diri,” kata Auliya dalam keterangannya, Kamis (27/11/2025).

Ia menyoroti dua persoalan utama sejak banjir meluas: lambannya gerak pemerintah serta minimnya informasi yang diterima masyarakat.

Menurutnya, selain pemadaman listrik yang hampir menyeluruh—yang masih dapat dimaklumi karena potensi bahaya aliran listrik saat banjir—akses jaringan telekomunikasi di banyak daerah juga terganggu. Namun di tengah kondisi tersebut, ia menilai pemerintah belum menyediakan fasilitas alternatif untuk layanan maupun pusat informasi bagi warga.

“Terlepas dari fasilitas telekomunikasi yg terganggu, pemerintah Aceh sejauh ini belum menyediakan opsi fasilitas layanan dan pusat informasi lainnya. Selain itu kita juga belum mendapat informasi resmi dari Pemerintah Aceh terkait langkah-langkah serius apa yg selanjutnya akan dilakukan,” ujarnya.

Auliya juga menyoroti lemahnya proses evakuasi di sejumlah daerah. Menurutnya, beberapa lokasi menunjukkan akses mobilisasi yang terputus dan fasilitas perlindungan yang terbatas bagi masyarakat terdampak banjir.

“Hal ini menjadi bukti atas ketidakbecusan pemerintah Aceh selama ini dalam mengantisipasi dan memitigasi bencana,” kata dia.

Ia menegaskan bahwa Aceh memiliki anggaran besar yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk kesiapsiagaan bencana sejak jauh hari. Karena itu, ia meminta kebijakan pembangunan tidak hanya berfokus pada investasi atau proyek infrastruktur, tetapi turut memasukkan aspek keselamatan warga.

Auliya mengingatkan bahwa Aceh adalah daerah rawan bencana. Berkaca pada pengalaman tsunami 2004 dan banjir yang kerap berulang, menurutnya kerugian masyarakat seharusnya dapat diminimalisir melalui asesmen dan mitigasi yang tepat.

“Pemahaman terhadap mitigasi bencana seperti ini sudah seharusnya ‘dibumi’ kan di Aceh, bisa dengan kreasi budaya, ataupun lewat kurikulum di sekolah,” ujarnya.

Ia mencontohkan tradisi Nandong Smong di Simeulue yang terbukti menyelamatkan banyak warga saat tsunami 2004.

Dalam kritiknya, Auliya juga menyinggung faktor kerusakan lingkungan yang menurutnya tidak lepas dari kebijakan yang lebih berorientasi pada kepentingan tertentu.

“Bencana alam yang kita alami sekarang ini adalah dampak dari kerusakan lingkungan yang diwadahi lewat regulasi dan kebijakan yang hanya berorientasi pada keserakahan, tanpa pernah pikir panjang,” ujar dia.

Menutup pernyataannya, Auliya mengajak seluruh pihak mendoakan agar Aceh segera pulih dari bencana.

“Kita doakan semoga Aceh segera membaik, dan segala bencana yg kita alami menjadi ibrah bagi kita,” tutupnya. (XRQ)

Reporter: AKIL

spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News