NUKILAN.id | Banda Aceh – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) menjadi momentum penting bagi masyarakat Aceh untuk menentukan arah masa depan. Namun, seperti halnya dalam proses demokrasi di berbagai daerah, Pilkada Aceh tak luput dari ancaman berita hoaks yang berpotensi merusak suasana pemilu.
Berita hoaks tidak hanya memengaruhi persepsi publik, tetapi juga dapat menciptakan perpecahan di tengah masyarakat. Untuk itu, penting bagi kita untuk mengenali ciri-ciri berita hoaks yang mungkin beredar, terutama pada masa-masa menjelang pemilihan maupun setelah pemilihan.
Contoh Hoaks di Pilkada Aceh
Salah satu kasus berita hoaks yang mencuat adalah terkait flayer yang mengklaim sebagai hasil hitung cepat atau Quick Count Pilkada Aceh. Flayer tersebut diunggah oleh akun TikTok @perubahanaceh pada hari pemilihan, 27 November 2024, dan menampilkan salah satu pasangan calon kepala daerah unggul dengan sampel masuk 99,95 persen.
Dalam flayer itu, dicantumkan nama-nama lembaga survei ternama seperti Litbang Kompas, Indo Barometer, Chartika Politika, Poltracking, dan Indikator, seolah-olah hasil quick count tersebut didukung oleh data resmi dari lembaga-lembaga tersebut.
Namun, setelah diperiksa lebih lanjut, ditemukan bahwa flayer tersebut adalah hasil manipulasi. Faktanya, data yang digunakan pada flayer itu ternyata berasal dari Pemilihan Presiden 2019, dan hanya mengganti foto pasangan calon Kepala Daerah Aceh.
Kejanggalan pada flayer ini sebenarnya cukup jelas. Misalnya, flayer tersebut mengklaim bahwa data quick count telah mencapai 99,95 persen, padahal berdasarkan data resmi dari situs Komisi Pemilihan Umum (KPU), hasil hitung cepat belum sepenuhnya masuk pada saat itu. Disinformasi semacam ini berpotensi menyesatkan masyarakat yang tidak mengecek kebenaran informasi secara langsung ke sumber resmi.
Pola Hoaks dalam Pilkada
Selain contoh hoaks yang terkait dengan quick count, ada beberapa tipe hoaks lain yang sering muncul menjelang Pilkada Aceh. Salah satunya adalah hoaks yang mengaitkan foto atau video dengan peristiwa yang tidak sesuai konteks.
Sebagai contoh, foto atau video yang menunjukkan tokoh masyarakat atau politisi tertentu, yang seolah-olah mendukung salah satu pasangan calon (paslon), padahal aslinya foto atau video tersebut diambil di kesempatan yang berbeda dan tidak ada kaitannya dengan Pilkada.
Misalnya, gambar seorang tokoh agama atau politikus yang sedang memberikan ceramah atau tampil di acara lain, namun dalam narasi hoaks yang beredar, disebutkan bahwa tokoh tersebut secara diam-diam memberikan dukungan kepada salah satu paslon. Padahal, dalam kenyataannya, gambar tersebut hanya menunjukkan ekspresi biasa dan tidak ada hubungan dengan Pilkada Aceh.
Selain itu, hoaks yang sering muncul adalah manipulasi gestur tubuh atau ekspresi wajah tokoh-tokoh terkenal, terutama yang berkaitan dengan dukungan terhadap paslon tertentu. Misalnya, foto seorang tokoh yang sedang menunjuk atau mengacungkan jari, lalu diubah narasinya untuk menunjukkan bahwa gerakan tersebut adalah bentuk dukungan terhadap paslon tertentu. Padahal, gerakan tersebut mungkin hanya kebetulan atau bagian dari interaksi yang tidak terkait dengan Pilkada.
Hoaks Berulang dengan Teknik Lebih Canggih
Tipe-tipe hoaks yang beredar juga cenderung mengalami daur ulang atau pengulangan pola dari pemilu sebelumnya, baik itu pada Pemilu Presiden, legislatif, maupun Pilkada di berbagai daerah. Hoaks dengan berbagai variasi ini terus muncul dengan teknik yang lebih canggih untuk mengecoh masyarakat, terutama dengan memanfaatkan media sosial yang memiliki jangkauan luas.
Hoaks semacam ini tidak hanya merugikan calon kepala daerah yang bersaing secara sehat, tetapi juga merusak nilai-nilai demokrasi yang seharusnya dijunjung tinggi. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat Aceh untuk lebih bijak dalam mengkonsumsi informasi.
Langkah-langkah Mendeteksi dan Mencegah Hoaks
Untuk mencegah diri terjebak dalam penyebaran hoaks, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh masyarakat untuk memverifikasi kebenaran informasi:
1. Pastikan Informasi dari Sumber Tepercaya
Langkah pertama dalam mendeteksi hoaks adalah memastikan bahwa informasi yang diterima berasal dari sumber yang tepercaya. Sumber yang memiliki reputasi baik dan sudah dikenal kredibilitasnya lebih dapat diandalkan. Hindari mempercayai atau menyebarkan informasi yang asal-usulnya tidak jelas atau tidak memiliki referensi yang sah. Informasi dari sumber yang tidak jelas bisa jadi tidak akurat atau bahkan sengaja dimanipulasi untuk tujuan tertentu.
2. Gunakan Layanan Pemeriksaan Fakta
Jika ragu dengan kebenaran informasi yang diterima, sebaiknya menggunakan layanan pemeriksaan fakta. Lembaga-lembaga seperti TurnBackHoax dan Mafindo menyediakan platform untuk memverifikasi apakah informasi tersebut benar atau hanya hoaks. Dengan menggunakan layanan ini, kita dapat mengetahui apakah informasi tersebut sudah terkonfirmasi kebenarannya atau tidak, sehingga mengurangi risiko jatuh dalam perangkap disinformasi.
3. Periksa Situs Resmi dan Lembaga Berwenang
Langkah berikutnya adalah memeriksa kebenaran informasi dengan membandingkannya dengan situs resmi atau lembaga yang berwenang. Misalnya, untuk Pilkada, periksa hasil yang disampaikan di situs Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau lembaga survei yang terkemuka. Informasi resmi dari sumber yang kredibel biasanya lebih akurat dan memiliki jaminan kebenaran, sehingga menjadi rujukan yang dapat dipercaya.
4. Telusuri Waktu dan Konteks Informasi
Selain memeriksa keaslian informasi, pastikan bahwa informasi yang diterima sesuai dengan waktu dan konteks yang berlaku. Hoaks sering kali melibatkan gambar atau video lama yang diubah narasinya agar seolah-olah relevan dengan peristiwa yang sedang berlangsung. Menelusuri tanggal dan konteks dari foto atau video tersebut sangat penting untuk memastikan bahwa informasi yang diterima tidak dipelintir atau disalahartikan.
5. Jangan Terburu-buru Membagikan Informasi
Jika Anda merasa ragu tentang kebenaran informasi yang diterima, jangan terburu-buru untuk membagikannya kepada orang lain. Membagikan informasi yang belum diverifikasi hanya akan memperburuk situasi dan menambah kebingungan di masyarakat. Sebaiknya, tunda hingga informasi tersebut terkonfirmasi dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Ini adalah langkah penting untuk mencegah penyebaran hoaks yang lebih luas.