NUKILAN.id | Banda Aceh – Rencana pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen per 1 Januari 2025 mendapat tanggapan serius dari pelaku usaha beras di Aceh. Ketua DPD Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Aceh, Dr. Darmawan, menilai kenaikan ini berpotensi menambah beban biaya produksi, meski beras tetap dibebaskan dari PPN.
“Kenaikan PPN ini akan mempengaruhi biaya operasional penggilingan, mulai dari pengangkutan hingga penyimpanan,” ujar Dr. Darmawan, Minggu (22/12/2024).
Ia menjelaskan, meskipun beras tidak dikenakan PPN, lonjakan tarif pajak tersebut tetap berdampak pada komponen biaya lainnya, seperti transportasi, perawatan mesin, dan pergudangan. Saat ini, harga beli gabah dari petani sudah berada di angka Rp6.600 per kilogram, atau 10 persen di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP).
“Biaya produksi bisa meningkat 3-5 persen akibat kenaikan PPN. Dengan margin usaha yang sudah tipis, hal ini cukup signifikan, terutama bagi penggilingan padi skala kecil,” katanya.
Dr. Darmawan juga menyoroti potensi ketimpangan harga jual beras akibat persaingan dengan Beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) dari pemerintah. Kondisi ini, menurutnya, bisa memukul pendapatan pengusaha kecil di sektor penggilingan padi.
“Kami memahami upaya pemerintah meningkatkan penerimaan negara, tapi kebijakan ini seharusnya mempertimbangkan dampaknya terhadap sektor pangan yang strategis,” tutupnya.
Kenaikan tarif PPN ini diperkirakan akan memberikan tantangan baru bagi rantai distribusi beras, sekaligus menjadi ujian bagi keberlanjutan usaha kecil di sektor perberasan.
Editor: Akil