Saturday, September 21, 2024
1

Kekerasan pada Remaja Dapat Berdampak Psikologis dan Gangguan Akses Pendidikan Layak

Nukilan.id – Kekerasan itu tidak harus terjadi secara fisik, kekerasan juga bisa terjadi melalui kata-kata dan buly.

“Kekerasan bukanlah cuma terjadi secara fisik, tetapi juga bisa melalui kata-kata dan buly,” kata Kepala Bidang Penanganan Konflik dan Kewaspadaan Nasional pada Badan Kesbangpol Aceh Dedy Andrian, SE, MM saat membuka kegiatan Ngopi Aceh Damai dengan tema “Sinergi Pemerintah dan Masyarakat dalam mencegah kekerasan terhadap remaja” yang digelar di 3 In 1 Cofee, Banda Aceh, Sabtu (4/11/2023).

“Jadi bijaklah dalam menanggapi persoalan kekerasan ini, jangan langsung melakukan share sebelum mencek kebenaraannya,” lanjut Dedy.

Acara yang menghadirkan peserta Milinial, Mahasiswa, Ormas/LSM, Tokoh Pemuda, Tokoh Perempuan dan Advokat itu, menghadirkan 3 pembicara dari Balai Syuro Ureueng Inong Aceh (BSUIA) Suraiya Kamaruzzaman, ST, L.LM, MT, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Peerlindungan Anak (DP3A) Aceh, Amrina Habibi, SH, MH, dan Sekjen Forum LSM Aceh Sudirman Hasan.

Suraiya Kamaruzzaman menyebut, kekerasan dapat mengganggu Psikologis dan akses anak-anak dan remaja terhadap pendidikan layak serta berkualitas.

“Dikatakan, Efek kekerasan bisa mengganggu konsentrasi dan penurunan prestasi sekolah.

Menurut Suraiya, langkah-langkah yang harus ditempuh yakni dengan mengorganisir kampanye kesadaran masyarakat yang mencakup media sosial dan materi promosi untuk mempublikasikan informasi tentang jenis-jenis kekerasan yang terjadi, dampaknya serta cara mencegahnya.

“Ini penting untuk mencegah kekerasan yang menyebabkan kerusakan Fisik dan kesehatan mental,” jelasnya Suraiya.
Pada tahun 2018 , setidaknya 1 dari 16 orang berusia 15 ke atas terdiagnosa mengalami depresi. Sumber dikutip dari Kemenkes, menyebutkan terjadi 826 Kasus bunuh diri dilaporkan pada tahun 2022, di mana jumlah ini meningkat jika dibandingkan tahun sebelumnya. Bahkan, Tahun 2023 Jumlah kasus 22.739, korban laki-laki 4.694 & korban perempuan 20.090.

Suraiya menyebut, hasil survei yang dilakukan Kemen PPPA hingga September 2023 ada 19.593 kasus kekerasan yang tercatat di seluruh Indonesia. 17.347 orang korban merupakan perempuan, 3.987 korban laki-laki. Korban kekerasan didominasi oleh kelompok usia 13-17 tahun, jumlahnya 7.451 korban atau sekitar 38%. Jenis kekerasan yang paling banyak dialami korban berupa kekerasan seksual, yaitu 8.585 kasus, kekerasan fisik 6.621 kasus, dan kekerasan psikis 6.068 kasus. Sumber Kemen PPPA.

Hal senada disampaian Kabid PHA DP3A Amrina Habibi, SH.,MH, menurutnya, pencegahan harus dilakukan bersama-sama, yakni dengan menghapus kekerasan seksual, melalui bersikap intoleransi, stop bullying, memperkuat pendidikan dan kesadaran, menghidupkan peran orang tua, pendidikan gender dan kesetaraan, dukungan untuk korban, Promosikan komunikasi sehat, komitmen untuk perdamaian, Budayakan pernghormatan, model perilaku positif, mempromosikan kesejahteraan mental, mensosialisasikan di sekolah dan Komunitas.

“Promosi produktif untuk mencegah kekerasan dapat melalui konten creator, blogger, youtuber , selebgram, duta damai, dan aktifitas positif,” jelas Amrina.

Menurut Amrina, remaja adalah masa perkembangan dari kanak-kanak ke dewasa. Mereka mengalami perubahan fisik, emosional, sosial, dan kognitif yang signifikan, termasuk peningkatan kemandirian, eksplorasi identitas, dan perkembangan kognitif yang lebih kompleks.

“Selama masa ini, remaja sering mengalami perubahan dalam pola pikir, perilaku, dan hubungan sosialnya,” kata Amrina. “Pemberdayaan remaja harus dilakukan melalui kegiatan positif dan pengembangan keterampilan sosial juga,” demikian Amrina.

Sementara Sekjen Forum LSM Aceh Sudirman Hasan menilai setiap kekerasan adalah tindakan yang tidak mencerminkan Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu, pelaku kekerasan ini sudah final dan harus diberikan sanksi hukum yang berlaku.

“Selain itu, masyarakat harus saling melindungi agar tindak kekerasan bisa dihindari,” jabar Sudirman.

Menurutnya tindak kekerasan bisa saja terjadi di dekat kita, tetapi kita tidak boleh menurunkan rasa simpati terhadap korban kekerasan. Ini perlu dilakukan agar korban tidak merasa trauma psikologis dan memiliki keberanian dalam menjalani hidup.

“Di samping itu, kita juga harus menuntut keadilan agar pelaku kekerasan diberikan sanksi tegas,” demikian Sudirman.

spot_img
spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Must Read

- Advertisement -spot_img

Related News

- Advertisement -spot_img