Nukilan.id | Banda Aceh – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh menemukan sejumlah fakta baru dalam penyidikan dugaan korupsi pengelolaan keuangan pada Balai Guru Penggerak (BGP) Provinsi Aceh. Penyimpangan terbaru ditemukan pada anggaran tahun 2024 yang nilainya mencapai Rp69,8 miliar sebagaimana tercantum dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) BGP Aceh. Berdasarkan Laporan Realisasi Anggaran (LRA), dana yang telah terealisasi sebesar 99,08 persen atau sekitar Rp68,8 miliar.
Kasi Penkum Kejati Aceh, Ali Rasab Lubis, menyatakan bahwa dari hasil pemeriksaan dokumen pertanggungjawaban (LPJ), ditemukan manipulasi laporan kegiatan dan penerimaan dana tidak sah yang berpotensi menyebabkan kerugian keuangan negara hingga miliaran rupiah. Saat ini, tim penyidik masih melakukan pemeriksaan intensif terhadap pegawai BGP Aceh dan pihak ketiga dari berbagai kabupaten/kota yang diduga terlibat.
Sebelumnya, Kejati Aceh telah menetapkan dua pegawai negeri sipil (PNS) sebagai tersangka terkait kasus dugaan korupsi pada tahun anggaran 2022–2023. Mereka adalah TW selaku Kepala BGP Aceh merangkap Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pada periode tersebut, dan M sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Penetapan keduanya dilakukan setelah penyidik mengantongi minimal dua alat bukti sesuai dengan ketentuan Pasal 184 KUHAP dan putusan Mahkamah Konstitusi.
“Dalam periode 2022–2023, BGP Aceh menerima anggaran dari APBN sebesar Rp19,23 miliar setelah revisi pada tahun 2022 dan Rp57,17 miliar pada tahun 2023. Anggaran ini digunakan untuk berbagai kegiatan seperti perjalanan dinas monitoring Program Guru Penggerak di seluruh Aceh serta pelatihan peningkatan kapasitas guru melalui kegiatan fullboard meeting di hotel-hotel,” ujar Ali Rasab Lubis dalam keterangannya kepada Nukilan, Sabtu (17/5/2025).
Namun, hasil audit dan pemeriksaan menemukan sejumlah penyimpangan. Di antaranya adalah markup dalam pelaporan kegiatan fullboard meeting, pembayaran fiktif untuk penginapan dalam perjalanan dinas, serta adanya penerimaan cashback oleh pejabat terkait. Kerugian negara akibat penyimpangan ini diperkirakan mencapai Rp4,17 miliar berdasarkan Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN).
Setelah penetapan tersangka, penyidik memanggil TW dan M untuk pemeriksaan pada 17 Maret 2025. Namun hanya M yang hadir, sementara TW meminta penjadwalan ulang melalui penasihat hukumnya.
Seiring dengan penyidikan kasus anggaran tahun 2022–2023, Kejati Aceh juga mulai memperluas penyidikan terhadap anggaran tahun 2024 karena ditemukan indikasi baru penyimpangan serupa. Surat Perintah Penyidikan telah diterbitkan untuk menangani perluasan perkara dugaan tindak pidana korupsi ini. Tujuan dari pemeriksaan lanjutan ini adalah untuk melengkapi bukti-bukti formil dan materiil dalam rangka penetapan tersangka baru jika diperlukan. []
Reporter: Sammy