NUKILAN.id | Banda Aceh – Kejaksaan Tinggi Aceh menahan tiga tersangka tindak pidana korupsi dalam kasus dugaan penyimpangan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) di Kabupaten Aceh Jaya senilai Rp38,4 miliar, Rabu (13/8/2025).
Ketiga tersangka yang ditahan adalah S, seorang wiraswasta mantan Ketua Koperasi Sama Mangat dan Anggota DPRK aktif periode 2024-2029, TM yang merupakan mantan Kepala Dinas Pertanian Aceh Jaya periode 2021-2023, dan TR, mantan Kadis di dinas yang sama pada 2017-2022 yang saat ini menjabat Sekretaris Daerah Kabupaten Aceh Jaya.
“Penahanan dilakukan untuk mempercepat proses penyidikan sekaligus mencegah kemungkinan tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau memengaruhi saksi,” kata Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Aceh, Muhammad Ali Akbar kepada awak media, termasuk Nukilan.
Ali Akbar menambahkan, mengingat posisi para tersangka di pemerintahan, potensi intervensi sangat besar. Penahanan akan berlangsung selama 20 hari hingga 1 September 2025 di Rutan Kelas IIB Banda Aceh dan dapat diperpanjang jika penyidikan belum selesai.
Dalam operasi yang sama, penyidik juga menyita barang bukti senilai lebih dari Rp17 miliar dari koperasi pihak ketiga. Para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Tipikor dengan ancaman pidana minimal 1 tahun hingga maksimal penjara seumur hidup.
Kasus bermula ketika S mengusulkan bantuan PSR untuk 599 pekebun dengan total lahan 1.536,7 hektare dalam empat tahap selama periode 2019-2021. Proposal tersebut lolos verifikasi Dinas Pertanian Aceh Jaya yang menerbitkan rekomendasi teknis dan melanjutkannya ke Kementerian Pertanian RI hingga BPDPKS. Berdasarkan rekomendasi tersebut, dana sebesar Rp38,4 miliar kemudian dicairkan ke rekening Koperasi Produsen Sama Mangat.
Namun, penyelidikan mengungkap fakta mengejutkan di lapangan. Berdasarkan data Kementerian Transmigrasi RI dan hasil analisis citra satelit periode 2018-2024, sebagian besar lahan PSR yang diajukan ternyata bukan milik pekebun, melainkan eks lahan PT Tiga Mitra yang masih berstatus Hak Pengelolaan (HPL) Kementerian Transmigrasi RI.
Rekaman drone dan analisis dari Ahli Geographic Information System (GIS) Universitas Syiah Kuala semakin memperkuat bukti bahwa lokasi tersebut hanya berupa hutan dan semak belukar tanpa satu pun tanaman sawit milik masyarakat.
Meski demikian, Dinas Pertanian Aceh Jaya tetap menerbitkan rekomendasi dan SK CP/CL yang menjadi dasar penyaluran dana PSR. Akibatnya, dana bantuan miliaran rupiah tersebut tidak menghasilkan kebun sawit baru sebagaimana yang diatur dalam regulasi.
Reporter: Rezi