NUKILAN.id | Banda Aceh — Fenomena bunuh diri kembali menggemparkan publik Aceh. Beberapa waktu lalu, seorang mahasiswi ditemukan meninggal dunia setelah diduga mengakhiri hidupnya sendiri di sebuah kamar kos di kawasan Darussalam, Banda Aceh.
Peristiwa memilukan ini menambah daftar panjang kasus serupa yang kian sering terjadi di Tanah Rencong. Masyarakat pun dibuat cemas, terutama karena banyak korban berasal dari kelompok usia muda, termasuk pelajar dan mahasiswa.
Miftahul Jannah, seorang akademisi dari UIN Ar-Raniry Banda Aceh, mengungkapkan keprihatinannya terhadap tren ini dalam sebuah podcast yang disiarkan SagoeTV.
Dikutip Nukilan.id pada Selasa (29/4/2024), ia menyebut bahwa data dari sejumlah penelitian menunjukkan bahwa kasus bunuh diri di Aceh melibatkan proporsi yang relatif seimbang antara laki-laki dan perempuan.
“Jadi angka bunuh diri di Aceh itu ada laki-laki dan ada perempuan. Kalau dari beberapa penelitian kita lihat sama angkanya,” ujarnya.
Namun, menurutnya, alasan di balik tindakan nekat ini seringkali berbeda antara laki-laki dan perempuan. Ia menjelaskan bahwa konstruksi sosial yang menempatkan laki-laki pada posisi yang dianggap “lebih kuat” justru kerap membuat mereka menutup diri saat menghadapi tekanan.
“Kalau laki-laki kan karena dianggap lebih tinggi derajatnya dibanding perempuan sehingga kalau punya masalah itu agak tertutup, tidak berani menceritakan kepada orang lain,” tambahnya.
Sementara itu, pada kasus perempuan, beban mental dan rasa terjebak dalam situasi tanpa jalan keluar sering menjadi pemicu utama. Tekanan emosional yang tak tersalurkan secara sehat dapat menggiring pada keputusan tragis.
“Kalau perempuan biasanya ketika sudah pikirannya mentok dan tidak punya jalan lain untuk diselesaikan, mencari jalan pintas untuk bunuh diri,” jelas Miftahul.
Di akhir pernyataannya, Miftahul menitipkan pesan khusus kepada para remaja dan generasi muda Aceh. Ia berharap mereka lebih berani mengungkapkan beban pikiran, mencari bantuan, dan percaya bahwa setiap masalah memiliki solusi.
“Nah, kepada remaja-remaja sekarang yang akan beranjak dewasa, kalian adalah penerus generasi bangsa. Kalau punya masalah tentu ada hikmah di balik masalah itu dan insyaallah akan ada jalan titik terang untuk masa depan kalian,” tutupnya penuh harap.
Fenomena ini menjadi alarm bagi semua pihak—keluarga, lembaga pendidikan, pemerintah, hingga masyarakat luas—untuk lebih peduli terhadap kesehatan mental, khususnya di kalangan generasi muda. Sebab, di balik senyum dan prestasi, bisa jadi ada jiwa yang sedang berteriak minta tolong dalam diam. (XRQ)
Reporter: Akil