Nukilan.id – Salah satu spesies gajah asli Indonesia ialah gajah Sumatra atau Elephas maximus sumatranus. Jika diamati, gajah ini memiliki ciri fisik yang khas, misalnya berbobot sekitar tiga sampai lima ton dengan tinggi dua hingga tiga meter. Selain itu kulitnya lebih terang dibanding gajah Asia lain dan bagian kupingnya sering tampak depigmentasi seperti flek putih kemerahan.
Uniknya lagi, hanya gajah jantan yang memiliki gading panjang. Pun jika ada pada betina umumnya sangat pendek hingga nyaris terlihat. Gajah Sumatra juga punya dua tonjolan di bagian atas kepalanya dan kupingnya lebih kecil berbentuk segitiga.
Berdasarkan kajian WWF Indonesia, dalam kisaran 25 tahun ini populasi gajah Sumatra kian menyusut hingga lebih dari separuhnya. Bahkan 70 persen habitatnya juga ikut hilang. Estimasinya, populasi pada tahun 2007 antara 2.400-4.800 individu, kemudian saat ini diperkirakan terus menurun jauh karena habitat menyusut dan maraknya kasus pembunuhan.
Menjelang Hari Gajah Sedunia yang diperingati setiap tanggal 12 Agustus, ada kabar baik dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Selatan (BKSDA Sumsel). Di Pusat Latihan Gajah (PLG) Jalur 21 Suaka Margasatwa Padang Sugihan, baru saja lahir dengan sehat dan sempurna seekor bayi gajah Sumatra berjenis kelamin betina.
Kelahiran bayi gajah Sumatra
“Kami sangat bergembira menyambut kelahiran bayi gajah betina di area PLG Jalur 21 Padang Sugihan. Ini merupakan pencapaian dalam upaya pelestarian dan peningkatan populasi gajah sumatera, khususnya di wilayah Sumatera Selatan,” ujar Kepala BKSDA Sumsel, Ujang Wisnu Barata, dikutip dari Facebook Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Bayi gajah betina tersebut diketahui lahir dengan selamat, sehat, dan lengkap sempurna pada Rabu, 13 Juli 2022 yang diperkirakan pukul 5 dini hari. Sang bayi gajah lahir di areal PLG RKW XV Suaka Margasatwa Padang Sugihan, Banyuasin, Sumatra Selatan.
Diketahui bayi gajah itu merupakan hasil peranakan dari indukan gajah betina bernama Elsa yang berusia 24 tahun 1 bulan asal Air Sugihan Jalur 18 dan indukan gajah jantan Gapula berusia 31 tahun asal Talang Mante Banyuasin. Kedua induknya merupakan gajah binaan PLG Jalur 21 Padang Sugihan yang dirawat oleh mahout bernama Hariyanto. Saat ini, total jumlah gajah binaan di PLG Jalur 21 Padang Sugihan sebanyak 28 ekor.
Dari hasil pemeriksaan dan pengukuran morfometri bayi gajah kemudian diperoleh data yaitu tinggi badan 77 cm, lingkar badan 102 cm, lingkar kaki belakang 49 cm, lingkar kaki depan 50 cm, panjang ekor 39 cm, dan panjang belalai 36 cm.
Bayi gajah itu memiliki struktur organ fisik tubuh luar antara lain kepala sempurna, telinga kiri kanan lengkap, badan lengkap, kaki depan lengkap sempurna, kaki belakang lengkap sempurna, dan ekor sempurna.
Menurut keterangan Indra Eksploitasia selaku Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik KLHK, gajah Sumatra merupakan satwa prioritas berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Nomor: SK.180/IV-KKH/2015 tentang Penetapan Dua Puluh Lima Satwa Terancam Punah Prioritas untuk ditingkatkan Populasinya sebesar 10 persen.
Gajah Sumatra juga merupakan satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.106/MENLHK/SETJEN/KUM/12/2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.20/ MENLHK/ SETJEN/KUM.1/6/ 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Yang Dilindungi.
“Apresiasi kepada BKSDA Sumsel yang telah berhasil mengelola PLG sehingga tujuan pelestarian satwa gajah dengan meningkatkan populasi gajah dapat tercapai melalui program exsitu link to insitu. Ke depan, melalui program tersebut dengan lahirnya anak-anak gajah di exsitu dapat menambah keragaman genetik populasi di alam. Semoga gajah Sumatra di habitat alam khususnya Sumsel dan di Sumatra pada umumnya dapat terus lestari,” ungkap Indra.
Kelahiran bayi gajah Sumatra ini tentu jadi kabar menggembirakan. Mengingat populasinya terbilang mengkhawatirkan dan telah masuk kategori Endangered (terancam punah) menurut Red List International Union for Conservation of Nature (IUCN).
Keberadaan hewan ini sangat penting bagi lingkungan. Gajah Sumatra yang identik hidup berkelompok dan hewan nokturnal ini bisa bergerak sampai 20 km dalam sehari semalam. Rombongan gajah melakukan perjalanan panjang dan membuka sinar matahari tembus ke lantai hutan sehingga menyebabkan proses fotosintesis bisa berjalan dengan baik.
Dampak dari perjalanan rombongan gajah tersebut adalah tumbuhan akan tumbuh dengan baik. Gajah-gajah akan membuang kotoran setiap satu jam dan kotorannya akan tersebar di hutan. Kotoran gajah menjadi pupuk bagi tumbuhan, apalagi jumlah pupuk yang dihasilkan bisa lima persen dari bobot tubuhnya dan itu bisa mencapai tiga sampai empat ton. [GNFI]