NUKILAN.id | Banda Aceh – Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Selatan resmi melimpahkan perkara penyelundupan imigran etnis Rohingya ke Pengadilan Negeri Tapaktuan, Aceh Selatan. Perkara yang menjadi sorotan publik ini melibatkan empat tersangka dengan dakwaan pelanggaran terhadap sejumlah undang-undang berat, termasuk keimigrasian, pelayaran, dan pencucian uang.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Aceh Selatan, M Alfryandi Hakim, dalam keterangan di Banda Aceh, Jumat (2/5/2025), menyebutkan bahwa pelimpahan perkara tersebut terdiri atas tiga berkas untuk empat tersangka yang kini berstatus sebagai calon terdakwa.
“Jaksa penuntut umum melimpah tiga berkas perkara penyelundupan imigran etnis Rohingya dengan empat tersangka atau calon terdakwa ke Pengadilan Negeri Tapaktuan, Kabupaten Aceh Selatan,” katanya.
Para tersangka masing-masing berinisial F, R, A, dan I. Menurut Alfryandi, tersangka R dan F masing-masing memiliki satu berkas perkara tersendiri, sementara A dan I digabung dalam satu berkas.
Jaksa mengenakan dakwaan berlapis kepada keempat tersangka, yang dinilai telah melanggar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, serta Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Jaksa penuntut umum mendakwa para terdakwa dengan pasal berlapis, melanggar undang-undang keimigrasian, undang-undang pelayaran, dan undang-undang pemberantasan tindak pidana pencucian uang,” kata M Alfryandi Hakim.
Secara rinci, tersangka R dijerat dengan Pasal 120 Ayat (1) UU Keimigrasian jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, ditambah Pasal 323 UU Pelayaran serta Pasal 2 dan Pasal 3 UU TPPU.
Sedangkan tersangka F dikenakan dakwaan serupa dengan tambahan Pasal 56 KUHP. Adapun A dan I, yang perkaranya disatukan, juga didakwa melanggar pasal-pasal serupa, termasuk ketentuan tentang membantu tindak pidana.
“Pengadilan Negeri Tapaktuan juga sudah menjadwalkan persidangannya pada 6 Mei 2025. Persidangan perdana dengan agenda mendengarkan dakwaan jaksa penuntut umum,” ujar Alfryandi.
Kasus ini bermula pada Oktober 2024, saat aparat keamanan menemukan 152 imigran etnis Rohingya yang terdampar di perairan Labuhan Haji, Kabupaten Aceh Selatan. Kondisi mereka memprihatinkan setelah terombang-ambing di laut selama sepekan.
Sebagian imigran yang sakit segera dievakuasi oleh tim SAR ke daratan. Dari hasil penyelidikan, pihak kepolisian menemukan adanya dugaan kuat tindak pidana perdagangan manusia. Disebutkan bahwa para imigran tersebut membayar sejumlah uang kepada para pelaku untuk bisa sampai ke Indonesia.
Kasus penyelundupan etnis Rohingya kerap menjadi sorotan dunia internasional. Selain menyangkut kemanusiaan, kasus ini juga memunculkan tantangan serius bagi pemerintah Indonesia, khususnya Aceh, sebagai pintu masuk para pengungsi dari kawasan konflik di Asia Selatan.