Nukilan.id – Semua agama sejatinya mengajarkan kebaikan, dan makhluk hidup adalah setara di mata Sang Pencipta. Sama halnya dengan laki-laki, Agama Islam memandang kaum perempuan setara bahkan memuliakannya. Hal tersebut terbukti tidak hanya tercantum di dalam ayat suci Al-Quran, namun juga melalui perlakuan Rasulullah SAW terhadap kaum perempuan, dan hak-hak kaum perempuan yang diberikan setelah datangnya Agama Islam di muka bumi.
“Pemikiran turun temurun bahwa perempuan lebih rendah posisinya dibandingkan dengan laki-laki menjadi akar masalah dari ketimpangan gender yang masih terjadi, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Untuk mengikis pemikiran masyarakat yang telah kuat mengakar, dibutuhkan upaya menyeluruh dari berbagai sisi, termasuk agama. Apalagi, agama merupakan pondasi dari kehidupan berbangsa dan bernegara, serta memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan bermasyarakat,” ujar Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Pribudiarta Nur Sitepu dalam acara Sosialisasi Kesetaraan Gender dalam Perspektif Agama Islam. Jakarta, Selasa (27/4/2021).
Pribudiarta percaya bahwa semua agama, tanpa terkecuali, memandang seluruh ciptaan-Nya sebagai mahkluk yang sama baiknya di mata Sang Pencipta, yang tidak patut diperlakukan secara diskriminatif.
Senada dengan Pribudiarta, Imam Besar Masjid Istiqlal, KH. Nasaruddin Umar mengatakan bahwa Agama Islam menjunjung tinggi kaum perempuan dan kesetaraan.
“Dalam Al-Quran menyebutkan orang yang paling mulia adalah orang yang paling bertaqwa. Jadi, hal ini tidak ada kaitannya dengan jenis kelamin, kewarganegaraan, warna kulit, dan lainnya. Agama Islam sangat menjunjung tinggi kaum perempuan dan kesetaraan,” tegas KH. Nasaruddin Umar.
Al-Quran telah memberikan isyarat bahwa kaum perempuan bisa menjadi sukses dan menjadi pemimpin melalui 3 (tiga) surat yang mengisahkan Ratu Balqis. Bahkan, Rasulullah SAW menjadi yang pertama mengizinkan perempuan untuk ikut ke medan perang. Rasululllah SAW sendirilah yang memproklamirkan kemerdekaan perempuan.
KH. Nasaruddin Umar juga menceritakan dahulu kala sebelum Agama Islam datang ke muka bumi (zaman Pra Islam), kaum perempuan tidak diperbolehkan mendapatkan warisan. Namun, saat Islam datang, perempuan memperoleh hak atas waris. Pada zaman Pra Islam juga kelahiran perempuan tidak boleh di-aqiqah-kan (pesta kelahiran), namun Rasulullah SAW mengatakan bahwa perempuan juga bisa di-aqiqah-kan. Selain itu, pada zaman Pra Islam, mahar perempuan diterima oleh wali, namun setelah Agama Islam datang, perempuan berhak menerima mahar perkawinan.
“Persoalan terkait ketidaksetaraan gender bukan persoalan agama, melainkan budaya dan penafsiran agama yang kurang tepat, sehingga perempuan menjadi korban. Berhentilah melakukan pendzaliman atas nama agama,” tutup KH. Nasaruddin Umar.[bidikindonesia]