Ibadah di Masjid Tua Indrapuri, Peninggalan Peradaban Islam di Aceh

Share

Nukilan.id – Di bekas bangunan candi, bangunan berkonstruksi kayu itu masih berdiri kokoh di kawasan Gampong Keude, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar.

Masjid Tua Indrapuri, itulah bangunan berumur ratusan tahun yang menjadi bagian dari bukti dari peradaban Islam. Masjid yang saat ini masih berdiri kokoh tersebut, menjadi tempat ibadah bagi umat Islam, khususnya masyarakat sekitar dan Aceh pada umumnya.

Masjid Tua Indrapuri berbentuk piramida dengan atap bertingkat tiga ditopang oleh 36 tiang dan berdinding langsung dengan tembok bekas candi di masa era pra-Islam. Setiap sisi atas masih terlihat ukiran-ukiran kayu tempo dulu menjadi penghubung antara satu pilar ke pilar lainnya.

Masjid Tua Indrapuri tepatnya berdiri di atas fondasi tinggi di tengah-tengah pelantaran luas yang terbagi dalam tiga bagian, yakni bagian utama tangga dan kedua pelantaran luas yang memagari masjid serta terdapat kolam kecil yang menjadi tempat untuk mencuci kaki dan berwudu.

Pada sisi kanan masjid terdapat bangunan kayu berlantai dua yang dulunya menjadi tempat muazin untuk mengumandangkan azan saat Shalat Fardu tiba.

Di dalam masjid berlantai keramik tersebut terlihat beberapa umat melantunkan ayat suci Al Quran seraya menunggu waktu Shalat Fardu Zuhur tiba di masjid bersejarah yang saat ini masih kokoh berdiri di Indrapuri.

Baca juga: Inong Balee, Para Pejuang Perempuan Dalam Lintasan Sejarah Aceh

Selain membaca Al Quran dan bermunajat kepada Sang Khalik di bulan penuh mulia tersebut, juga terlihat ada beberapa anggota jamaah membaringkan badannya sejenak menunggu azan tiba di masjid berbatasan langsung dengan sungai dan ikut dikelilingi pepohonan tua dan muda yang ikut menambah kesejukan dalam masjid.

Menunggu waktu Shalat Fardu tiba khususnya, menjadi salah satu rutinitas yang dilakukan warga setempat dan masyarakat pendatang terutama pada Bulan Suci Ramadhan.

Menurut literatur, Masjid Tua Indrapuri dibangun pada masa pemerintah Sultan Iskandar Muda pada 1607-1636 Masehi di atas bangunan pra-Islam. Dari segi arsitektur Masjid Indrapuri masih terpengaruh dengan budaya Hindu yang terlihat dari atapnya yang bertingkat-tingkat.

Masjid Indrapuri juga menjadi tempat bersejarah di masa itu yakni pernah digunakan sebagai tempat penobatan Sultan Muhammad Daud Syah pada 1878 Masehi sebagai Sultan Aceh. Muhammad Daud Syah merupakan Sultan Aceh terakhir atau sultan ke-35.

Wakil Imam Masjid Tua Indrapuri Naimullah juga menceritakan bahwa konon sebelum dibangun masjid, lokasi tersebut merupakan salah satu pura sekaligus benteng Kerajaan Lamuri.

“Kerajaan Lamuri merupakan kerajaan Hindu-Buddha yang diyakini pernah berjaya di ujung Pulau Sumatera,” kata dia.

Naim menjelaskan selama Bulan Ramadhan, masyarakat selalu memenuhi saf-saf masjid untuk beribadah, seperti Shalat Fardu, Shalat Jumat, hingga Shalat Tarawih.

“Kalau di Bulan Puasa ini aktivitas ibadah tetap berjalan sebagaimana biasanya, seperti Shalat Fardu, Shalat Jumat, dan malamnya tetap ada Shalat Tarawih. Tapi aktivitas tadarus tidak ada, karena masyarakat di sini masing-masing melakukan tadarus di gampongnya. Masjid ini berada di bawah empat gampong,” katanya.

Selama pandemi hampir tidak ada wisatawan luar negeri khususnya dari Negeri Jiran yang datang ke masjid berjarak sekitar 25 kilometer dari Kota Banda Aceh itu. Mereka kerap melaksanakan ibadah seraya menyaksikan langsung peninggalan sejarah yang masih berdiri kokoh di “Bumi Iskandar Muda” tersebut.

“Pandemi membatasi para wisatawan muslim untuk berkunjung ke sini, padahal sebelum pandemi, banyak wisatawan asal Malaysia yang berkunjung untuk melihat lihat bangunan masjid dan shalat di sini,” katanya.

Budayawan Aceh Tarmizi A Hamid mengatakan bangunan Masjid Tua Indrapuri yang berada di Kabupaten Aceh Besar tersebut, bagian dari cara orang Aceh dahulu menjaga keberagaman sosial masyarakat dalam mempersatukan Aceh menjadi kuat.

“Artinya Masjid Tua Indrapuri itu tidak ada yang diubah, di bangun di bekas pura dan ini juga bagian dari menghargai kesepakatan dari kerajaan Hindu-Buddha dileburkan menjadi Kerajaan Islam Darussalam. Padahal banyak tanah kerajaan, namun, memilih lokasi tersebut untuk membangun masjid tanpa merusak dasar yang telah ada” kata dia.

Ia menjelaskan masjid peninggalan masa lalu tersebut dibangun dengan arsitek khas dengan tetap tidak bertentangan dengan syariat Islam yang berlaku di negeri tersebut.

Ia berharap, masjid yang telah berumur ratusan tahun dan merupakan peninggalan para leluhur tersebut dapat terus dijaga dan dipugar sehingga dapat menjadi warisan bagi generasi mendatang.

“Peninggalan ini harus terus dijaga karena bagian penghormatan kita kepada leluhur dan ini juga menjadi bukti bahwa orang Aceh tempo dulu telah memperlihatkan Aceh sangat damai. Aceh sangat damai dalam menjaga sosial keagamaan dan ini juga terus dilestarikan oleh masyarakat Aceh secara turun-temurun hingga kini,” katanya.

Selain bangunan Masjid Tua Indrapuri, Tarmizi menambahkan ada juga permainan rakyat yang dimainkan saat kerajaan Hindu-Buddha, juga ikut dimodifikasi dan disesuaikan dengan syariat Islam.

Semoga Masjid Tua Indrapuri yang menjadi situs cagar budaya peninggalan masa kesultanan tersebut terus terawat dan berdiri kokoh serta menjadi bukti tentang peradaban Islam yang memiliki nilai penting bagi generasi Aceh khususnya dan dunia di masa mendatang.[antara]

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News