NUKILAN.id | Ambon – Di tengah perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia ke-79, sebuah kisah pilu datang dari Desa Maraina, Kecamatan Seram Utara, Maluku Tengah. Thadius Ilela, seorang warga berusia 54 tahun, harus menempuh perjalanan ekstrem selama tiga hari untuk mendapatkan perawatan medis di puskesmas setempat.
Thadius mengalami sakit parah di bagian kakinya, yang membuatnya tidak bisa bergerak. Tak ada pilihan lain bagi Thadius dan keluarganya selain membawa dia ke puskesmas di pusat kecamatan. Kondisi medan yang berat dan keterbatasan akses transportasi membuat perjalanan ini menjadi sebuah perjuangan berat.
“Tak ada kendaraan yang bisa mencapai desa kami. Kami harus membawa Thadius dengan cara digendong atau ditandu secara bergantian,” ungkap salah satu anggota keluarga yang terlibat dalam perjalanan tersebut.
Mereka melintasi sungai deras, jalanan berlumpur, dan pegunungan terjal selama tiga hari, beristirahat di tiga perkampungan berbeda, yaitu Desa Kaloa, Hatuolo, dan Mailate.
Heni Lilin, tenaga kesehatan yang bekerja di puskesmas Maraina, menjelaskan betapa sulitnya akses menuju fasilitas kesehatan tersebut.
“Perjalanan ini sangat melelahkan. Kami harus menyeberangi sungai besar, melintasi jalan rusak dan berlumpur, serta naik turun gunung. Kami berharap pemerintah memperhatikan kondisi kami,” ujarnya melalui video yang diterima CNN Indonesia.
Kondisi ini menggambarkan ketertinggalan infrastruktur di kawasan pegunungan Manusela. Sekretaris Negeri Manusela, Jems Eyale, menuntut pemerintah segera membangun akses jalan darat yang memadai.
“Kami sudah lama berjuang dengan keterbatasan akses. Meskipun Indonesia sudah merdeka selama 79 tahun, kami masih merasakan penderitaan,” keluhnya.
Jems menambahkan bahwa kondisi ini sudah berlangsung lama, bahkan sebelum Indonesia merdeka. Warga pegunungan Manusela seringkali harus berjuang melawan tantangan alam untuk mendapatkan akses kesehatan. Dengan pemerintah terpilih Prabowo Subianto yang akan dilantik pada Oktober mendatang, Jems berharap akan ada perubahan signifikan untuk memperbaiki kondisi infrastruktur di wilayah mereka.
Kepala Sekolah SD Maraina, Marinus Temorubun, menegaskan bahwa lima desa di pegunungan Manusela masih terisolasi.
“Kami belum merasakan kemerdekaan secara utuh. Selama 79 tahun, kami belum mendapatkan pembangunan yang memadai dalam hal kesehatan, penerangan, pendidikan, dan akses jalan,” tuturnya.
Cerita perjalanan Thadius Ilela menjadi cermin nyata ketimpangan pembangunan yang masih ada di beberapa wilayah Indonesia. Kisah ini menggarisbawahi perlunya perhatian serius dari pemerintah untuk memperbaiki infrastruktur di daerah-daerah terisolasi, sehingga warga tidak lagi harus menghadapi kesulitan ekstrem hanya untuk mendapatkan layanan kesehatan dasar.
Editor: Akil