Hiswana Migas: Elpiji Oplosan 12 Kilogram Beredar di Aceh

Share

Nukilan.id – Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) Aceh menduga adanya tabung elpiji 12 kilogram oplosan yang mulai beredar di Aceh. Hal itu diketahui berdasarkan temuan di pasar dan keluhan masyarakat.

Ketua Hiswana Migas Aceh Nahrawi Noerdin mengatakan, menurut pengakuan warga penggunaan elpiji kemasan tabung 12 kilogram itu cepat habis dibanding biasanya.

“Baru-baru ini warga mengeluhkan tentang elpiji kemasan tabung 12 kg, saat digunakan menjadi lebih cepat habis dari biasanya. Padahal, intensitas penggunaannya sehari-hari tetap sama,” katanya pada awak media di Banda Aceh, Senin (14/11).

Nahrawi mencontohkan, seperti pengakuan seorang IRT bernama Sakdiah warga Kota Banda Aceh. Dirinya merasa janggal ketika menggunakan tabung tersebut lebih cepat habis dibanding biasanya.

Beberapa waktu yang lalu Sakdiah melakukan penukaran tabung kosong dengan yang berisi di salah satu pangkalan gas. Dengan aktivitas memasak seperti biasanya, Sakdiah mengaku bisa menggunakan satu tabung elpiji 12 kg untuk kebutuhan selama 4 hingga 5 minggu.

“Tapi, pada pembelian kali ini baru tiga minggu digunakan elpijinya sudah habis,” ujarnya.

Nahrawi mengungkapkan, belakangan ini pihaknya banyak menerima keluhan serupa terkait peredaran elpiji kemasan 12 kg tersebut. Tak hanya itu, menurut sejumlah agen elpiji non subsidi di seluruh Aceh mengaku harganya juga dijual sangat murah.

“Bahkan lebih murah dari harga penebusan resmi ke Pertamina sekalipun. Sehingga, banyak kios dan toko pengecer yang kemudian memilih mengambil barang murah itu. Kita mencurigai LPG tersebut bukan dari penyalur resmi,” ujarnya.

Berdasarkan laporan itu, kata Nahrawi, Hiswana Migas Aceh langsung melakukan pemantauan ke pasar-pasar dan benar menemukan seperti dikeluhkan warga.

“Ada pasokan elpiji kemasan 12 kg dari luar yang masuk ke wilayah Aceh, dan dijual dengan sangat murah, jauh di bawah harga pasar,” ungkapnya.

Nahrawi menyebutkan, tabung elpiji kemasan 12 kg itu masuk ke Aceh menggunakan jasa dari beberapa perusahaan ekspedisi. Lalu dijual dengan harga jauh lebih murah ketimbang harga resmi.

Nahrawi merincikan, harga penebusan Pertamina Rp 198.000, harga agen ke outlet, restoran atau warkop Rp 207.000, sementara harga oplosan yang beredar di Banda Aceh Rp 195.000

Selain itu, ungkap Nahrawi, saat timnya melakukan penimbangan isi beserta berat tabung yang diduga oplosan itu hanya 25 kilogram. Seharusnya, total berat tabung keseluruhan yaitu 27 kg. Terdiri dari berat isi 12 kg dan berat tabung 15 kg.

“Sebenarnya tidak masalah jika barang non subsidi dari luar itu dijual di Aceh, sejauh regulasinya memang membolehkan. Tapi yang jadi pertanyaan, bagaimana mungkin elpiji itu bisa dijual dengan harga sangat murah,” ungkapnya.

“Jika agen dari Medan misalnya, kirim barangnya ke Banda Aceh untuk dijual, hitungannya pasti akan lebih mahal karena ada biaya ekstra untuk pengiriman. Dari sinilah muncul kejanggalan dan ketidaknormalan,” lanjutnya.

Nahrawi menduga, ada tindakan melawan hukum dengan mengoplos isi tabung elpiji 3 kg bersubsidi dan memindahkannya ke tabung 12 kg hingga kemudian diedarkan ke pasar.

“Disparitas harga antara elpiji 3 kg dan 12 kg yang begitu jauh bisa menjadi motif utamanya,” tuturnya.

Karena itu, Nahrawi berharap, aparat penegak hukum bisa segera mengambil tindakan terkait adanya oknum-oknum nakal yang mengedarkan elpiji 12 kg diduga oplosan tersebut.

“Kami berkeyakinan bahwa aparat hukum kita sudah mengendus hal ini. Jadi kita tunggu saja bagaimana perkembangan selanjutnya,” pungkasnya. [Kumparan]

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News