Hikmah di Balik Tenggelamnya KMP Gurita: Alarm Keselamatan Laut yang Tak Boleh Dilupakan

Share

NUKILAN.id | Banda Aceh – Tragedi tenggelamnya KMP Gurita pada 19 Januari 1996 masih menyisakan duka mendalam bagi banyak pihak. Kapal feri tersebut tenggelam di perairan Teluk Balohan, Kota Sabang, Aceh, yang terletak sekitar 5-6 mil laut dari daratan. Insiden yang menelan banyak korban jiwa ini menjadi salah satu peringatan terbesar dalam sejarah transportasi laut Indonesia.

Herman RN, Dosen FKIP Universitas Syiah Kuala dan seorang budayawan, menilai peristiwa tersebut bukan hanya meninggalkan duka, tetapi juga memberikan pelajaran penting terkait keselamatan pelayaran. Menurutnya, kejadian tersebut mengingatkan kita akan pentingnya mematuhi standar keselamatan dalam pelayaran, mulai dari jumlah penumpang hingga kondisi teknis kapal.

“Tragedi KMP Gurita adalah peristiwa yang tidak hanya membawa duka, tetapi juga memberikan banyak pelajaran. Kejadian ini mengingatkan kita tentang pentingnya mematuhi standar keselamatan pelayaran, termasuk jumlah penumpang dan kondisi teknis kapal,” ujar Herman RN, Minggu (19/01/2025).

Herman menyatakan bahwa insiden ini juga mencerminkan lemahnya pengawasan dalam sektor transportasi laut pada saat itu. Ia menekankan bahwa evaluasi menyeluruh terhadap sistem pelayaran sangat penting untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.

“Jika kita lihat ke belakang, tragedi ini terjadi karena beberapa faktor, seperti kelebihan muatan, buruknya cuaca, dan kelalaian dalam mempersiapkan kapal untuk perjalanan. Semua ini harus menjadi refleksi untuk membangun sistem yang lebih baik,” katanya.

Sebagai seorang budayawan, Herman juga menyarankan untuk melihat tragedi ini dari perspektif kearifan lokal, mengingat masyarakat Aceh memiliki hubungan yang erat dengan laut. Laut, yang selama ini menjadi jalur transportasi utama dan sumber penghidupan, harus dihormati dengan segala kewaspadaan.

“Laut adalah sahabat sekaligus tantangan. Dalam tradisi Aceh, kita diajarkan untuk selalu menghormati alam, termasuk laut. Tragedi ini menjadi pengingat bahwa kita harus menjaga keseimbangan antara teknologi dan kearifan lokal dalam menghadapi alam,” jelasnya.

Herman juga menambahkan bahwa budaya masyarakat pesisir Aceh mengajarkan pentingnya kewaspadaan dan kesadaran akan kondisi alam. Salah satu ungkapan dalam budaya Aceh yang menguatkan hal ini adalah: ureung peuah glée meupakee laot (manusia dari gunung bergantung pada laut).

“Ungkapan ini menggambarkan hubungan saling ketergantungan yang seharusnya dijaga dengan rasa hormat,” ujarnya.

Herman berharap peringatan tragedi KMP Gurita dapat menjadi momentum untuk terus meningkatkan keselamatan pelayaran, terutama di Aceh. Ia juga menekankan pentingnya edukasi masyarakat tentang keselamatan transportasi laut.

“Semoga kejadian ini tidak hanya dikenang sebagai tragedi, tetapi menjadi motivasi untuk perbaikan. Kita perlu membangun kesadaran bersama bahwa keselamatan adalah tanggung jawab semua pihak, baik pemerintah, pengelola transportasi, maupun masyarakat,” pungkasnya.

Editor: Akil

spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News