NUKILAN.id | Pidie – Sudah dua bulan terakhir, harga tomat di Aceh terus mengalami penurunan yang membuat para petani semakin resah. Ketika panen raya tiba, banyak petani di berbagai daerah terpaksa membiarkan tomat membusuk di pohon karena harga yang terlalu murah dan permintaan pasar yang lesu.
Husni, seorang petani tomat di Kemukiman Lhok Kaju, Kecamatan Indrajaya, Kabupaten Pidie, mengungkapkan kekesalannya kepada Kompas.com pada Senin (21/10). Menurutnya, harga tomat lokal yang dibeli oleh pedagang dari para petani hanya berkisar antara Rp1.500 hingga Rp2.000 per kilogram, angka yang tidak berubah sejak dua bulan lalu.
“Ada di antara kami yang sudah dua kali panen, tapi harganya tetap saja Rp2.000 per kilogram. Kami sudah berusaha sekuat tenaga untuk bertahan, tapi rasanya seperti dibiarkan begini saja. Kami tidak tahu harus mengadu kepada siapa,” ujar Husni dengan nada kecewa.
Penurunan harga ini membuat banyak petani di Pidie dan wilayah lainnya di Aceh merasa kehilangan semangat. Sebagian besar dari mereka membiarkan tomat yang telah dipanen menumpuk tanpa dijual. Pasar yang lesu, ditambah harga yang sangat rendah, membuat mereka enggan untuk memanen hasil kebunnya.
Tidak hanya tomat lokal, tomat pasokan dari luar daerah seperti tomat Brastagi asal Sumatera Utara juga mengalami hal serupa. Harga tomat Brastagi di pasar Aceh berkisar antara Rp6.000 hingga Rp7.000 per kilogram, dan harga tersebut sudah bertahan selama dua bulan terakhir.
Kondisi ini semakin memperburuk ekonomi para petani tomat di Aceh, yang tidak hanya bergantung pada hasil kebun mereka, tetapi juga menghadapi tantangan dalam menjual produk mereka di pasar. Ketidakpastian pasar membuat mereka tidak tahu harus mencari bantuan atau solusi dari pihak mana.
Sementara itu, hingga kini belum ada kebijakan pemerintah daerah yang jelas dalam menanggapi permasalahan ini. Para petani berharap ada intervensi dari pihak terkait agar harga tomat kembali stabil dan memberikan keuntungan yang layak bagi mereka.
“Yang kami butuhkan adalah kepedulian. Kami tidak minta banyak, hanya kejelasan soal harga dan permintaan yang bisa membuat kami tetap bertahan,” tutup Husni dengan harapan adanya perhatian terhadap nasib mereka.
Editor: Akil