NUKILAN.id | Banda Aceh – Wakil Ketua DPD Gerindra Aceh, Hamidy Arsa, SIP, MSi, meminta pasangan calon Gubernur Aceh nomor urut 01, Bustami-Fadhil, beserta tim suksesnya segera menghentikan polarisasi politik yang dinilainya semakin tajam pasca debat ketiga Pilkada Aceh yang dihentikan oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh.
Hamidy menilai narasi yang disampaikan oleh kubu pasangan Bustami-Fadhil melalui media sosial, influencer, buzzer, hingga media massa telah melampaui batas kewajaran. Ia menyebut cara-cara ini sebagai kemunduran dalam proses demokrasi di Aceh.
“Polarisasi ini sangat tidak sehat. Narasi seperti ‘awak Toet rumoh sikula, bodoh, awai bangai,’ yang diarahkan kepada pasangan kami, Muzakir Manaf dan Fadhullah, menunjukkan ketidakdewasaan dalam berdemokrasi,” ujar Hamidy dalam keterangan persnya di Banda Aceh, Kamis (21/11/2024).
Mengancam Warisan Perdamaian Aceh
Hamidy menegaskan, MoU Helsinki 2005 yang menjadi tonggak perdamaian Aceh setelah konflik berkepanjangan seharusnya dihormati oleh semua pihak. Ia mengingatkan bahwa perdamaian ini diraih dengan pengorbanan besar, termasuk puluhan ribu korban jiwa selama konflik bersenjata yang berlangsung lebih dari tiga dekade.
“MoU Helsinki adalah hasil dedikasi besar antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Muzakir Manaf, yang saat ini menjadi calon gubernur, adalah mantan Panglima Tertinggi GAM yang berjasa besar dalam merawat perdamaian Aceh selama 19 tahun terakhir,” katanya.
Hentikan Politik Kebencian
Menurut Hamidy, tuduhan-tuduhan yang menyebut pasangan Muzakir-Fadhullah sebagai simbol brutalisme dan vandalisme politik sangat tidak beralasan. Ia mengingatkan bahwa politik kebencian seperti ini dapat merusak warisan demokrasi yang telah dibangun selama era damai di Aceh.
“Tidak ada lagi korban jiwa dalam Pilkada kali ini, berbeda dengan sejarah kelam Pilkada Aceh sebelumnya. Jangan sampai narasi kebencian ini memicu konflik baru yang memecah belah masyarakat Aceh,” tegasnya.
Seruan untuk Berpolitik Elegan
Hamidy meminta kubu Bustami-Fadhil untuk menghentikan politik polarisasi dan dikotomi yang menurutnya sudah sangat mengkhawatirkan. Ia mengajak semua pihak untuk berpolitik secara elegan dan dewasa.
“Dana Otsus dan keistimewaan Aceh adalah hasil perjuangan panjang. Jangan gagal paham tentang siapa yang Anda hadapi. Mari kita tunjukkan politik yang bermoral dan menghormati demokrasi,” ujarnya.
Hamidy yang merupakan alumnus Université Dauphine Paris, Prancis, juga memperingatkan bahwa narasi politik negatif ini dapat membangkitkan ketegangan yang tidak diinginkan.
“Jangan bangunkan harimau yang sedang tidur,” pungkasnya.
Hamidy berharap semua pihak dapat menjaga suasana Pilkada Aceh tetap kondusif dan demokratis, demi menjaga kehormatan Aceh dan masa depan generasi mendatang.
Editor: Akil