NUKILAN.ID | TAPAKTUAN – Masyarakat Aceh Selatan kehilangan salah satu putra terbaiknya. H. Mustafa Ahmad bin Cut Amat Amin, mantan Camat Labuhanhaji (1971–1978) dan Camat Kluet Selatan (1978–1985), meninggal dunia pada Sabtu, 9 Agustus 2025, pukul 10.45 WIB di kediaman putra bungsunya, Gusmawi Mustafa, pada usia 89 tahun.
Kepergian almarhum menyisakan duka mendalam, terutama setelah sebulan terakhir kondisinya menurun. Putra bungsunya, Gusmawi Mustafa, menyebut bahwa sang ayah tidak memiliki riwayat penyakit kronis yang lazim diderita di usia lanjut.
“Almarhum tidak menderita darah tinggi, kolesterol, jantung, gangguan ginjal, lever, atau gula darah. Penyebabnya adalah penyakit Albumin, kekurangan protein akibat tidak bisa mengonsumsi makanan dan minuman secara maksimal seperti biasa,” ungkap Gusmawi, yang akrab disapa Ogek Agus.
Selain pengabdian di birokrasi, Mustafa Ahmad juga dikenal sebagai akupunkturis sejak 1985, memanfaatkan keahliannya untuk membantu kesehatan masyarakat secara alami.
Sebelum menapaki karier pemerintahan, Mustafa Ahmad mengawali pengabdiannya sebagai guru di sejumlah sekolah menengah di Banda Aceh dan Labuhanhaji. Ia kemudian dipercaya memimpin Kecamatan Labuhanhaji, dilanjutkan Camat Kluet Selatan, dan selanjutnya memimpin BP-7 hingga 1990. Kariernya diakhiri sebagai pegawai BP-7 Provinsi Aceh sebelum pensiun pada 1992.
Di mata masyarakat, Mustafa Ahmad adalah sosok pemimpin berprinsip yang tak segan mengambil langkah tegas demi kemaslahatan publik. Jauh sebelum program wajib belajar digalakkan pemerintah, ia aktif merazia anak-anak usia sekolah yang berkeliaran di pasar, sawah, dan ladang saat jam belajar.
Ia bahkan mengantar sendiri anak-anak tersebut kembali ke sekolah sambil berdialog dengan orang tua mereka tentang pentingnya pendidikan. Banyak dari “anak-anak razia” itu kini telah menjadi guru, dosen, pengusaha, ASN, dan tokoh sukses di berbagai bidang.
Kiprah almarhum tidak hanya di pemerintahan. Sejak muda, ia aktif di organisasi keislaman dan kemasyarakatan, pernah menjabat Ketua Persatuan Pelajar Islam (PPI) Aceh, Pengurus Pemuda Aceh Selatan (PAS), dan Sekretaris Umum PERTI Aceh.
Mustafa Ahmad juga dikenal gigih menyuarakan pelestarian adat Aceh. Pandangannya sederhana namun tegas: adat bukan hanya warisan, melainkan pedoman hidup yang harus dijalankan demi terciptanya keamanan, ketenteraman, dan keadilan sosial.
Kegemarannya menulis membuahkan artikel, jurnal, dan buku bertema adat Aceh, termasuk naskah berjudul “Adat Aceh Setelah Tahun 1621” yang diedit oleh wartawan senior Aceh Selatan, almarhum Zamzami Surya.
Selama masa kepemimpinannya, semangat gotong royong tumbuh subur dan mempererat hubungan antarwarga. Keberanian, kepedulian, dan keteladanan yang ia tunjukkan menjadikannya sosok pemimpin yang dikenang lintas generasi.
Kepergian H. Mustafa Ahmad meninggalkan duka mendalam, tidak hanya bagi keluarga, tetapi juga masyarakat Aceh Selatan yang pernah merasakan buah pengabdiannya. Ia akan selalu diingat sebagai pemimpin sejati yang membangun melalui kebijakan, teladan, dan tindakan nyata.
Editor: Akil