NUKILAN.ID | TAPAKTUAN – Baitul Mal Aceh (BMA) resmi membuka pendaftaran calon anggota Badan periode 2025–2030. Proses seleksi ini menjadi peluang bagi putra-putri terbaik Aceh yang memiliki integritas, kapasitas, dan komitmen mengelola zakat, infak, sedekah, wakaf, serta harta agama lainnya secara profesional sesuai prinsip syariat Islam.
Pengumuman seleksi memuat persyaratan administrasi, tahapan proses, dan batas waktu pendaftaran. Momentum ini dinilai krusial untuk memperkuat kelembagaan BMA sekaligus memperbaiki tata kelola pengelolaan dana umat.
Kepala Sekretariat Baitul Mal Kabupaten Aceh Selatan, Gusmawi Mustafa, kepada Nukilan.id mengatakan pergantian kepengurusan sebagai kesempatan emas menyelesaikan berbagai pekerjaan rumah di tubuh Baitul Mal.
“Kita berharap figur yang terpilih nanti bukan hanya paham regulasi, tapi juga berani membuat terobosan, memiliki integritas, dan mampu membangun koordinasi yang solid antarunsur di BMA guna menjadi contoh terbaik bagi kepengurusan Baitul Mal di Kabupaten/Kota,” ujar Gusmawi, Sabtu (9/8/2025).
Ia mengungkapkan, meski BMA dan Baitul Mal kabupaten/kota beroperasi berdasarkan Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2018 yang telah diperbarui dengan Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2021, masih banyak persoalan yang perlu dibenahi.
Beberapa masalah yang sering muncul, antara lain: kekosongan peraturan teknis karena banyak Pergub atau Perbup/Perwal belum tersedia; SOP yang tidak seragam sehingga interpretasi qanun berbeda-beda; hubungan kerja antarunsur yang multitafsir; serta ketiadaan pedoman perencanaan dan evaluasi baku yang membuat kualitas program tidak merata.
Secara ideal, Badan (Komisioner) menyusun kebijakan dan rencana program, Sekretariat melaksanakan program dan mengurus administrasi, sementara Dewan Pengawas mengawasi jalannya kebijakan dan tata kelola. Namun, di lapangan batas peran ini kerap kabur.
“Kadang Komisioner turun langsung dalam pelaksanaan teknis, Sekretariat membuat program tanpa arahan formal karena RKAT terlambat disahkan, sementara Dewan Pengawas belum optimal menjalankan pengawasan karena minim pedoman audit internal,” ungkapnya.
Dampaknya, lanjut Gusmawi, efektivitas pengelolaan dana umat menurun, kepercayaan publik berkurang, dan inovasi program terhambat.
Ia menegaskan lima prioritas yang harus dikerjakan kepengurusan BMA mendatang:
-
Penyusunan regulasi turunan (Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati/Wali Kota) dan SOP komprehensif.
-
Penegasan pembagian kewenangan antarunsur di Baitul Mal provinsi dan kabupaten/kota.
-
Pelatihan terpadu untuk memperjelas pemahaman peran.
-
Koordinasi rutin guna mencegah konflik internal.
-
Monitoring dan evaluasi berkala melalui pihak independen.
“Kalau koordinasi di tingkat provinsi solid, kabupaten/kota akan meniru. Tapi kalau di pusatnya saja tidak kompak serta beda pemahaman, maka problem di Kabupaten Kota akan terus berulang,” tegasnya.
Menurutnya, kekhususan dalam pengaturan perencanaan yang berbeda dengan pola Organisasi Perangkat Daerah (OPD) kerap memicu masalah berulang. Oleh karena itu, kepengurusan baru harus mampu memetakan persoalan dengan jernih, memberikan terobosan, dan merumuskan solusi agar Baitul Mal semakin profesional dan andal. (XRQ)
Reporter: Akil