Nukilan.id – Pat ujeun yang hana pirang, Pat prang yang hana reuda (dimana hujan yang tidak reda, dimana perang yang tidak usai), Peribahasa dalam bahasa Aceh itu menjadi spirit bagi Hakim Mediator Mahkamah Syar’iyah Jantho dalam melakukan penyelesaian perkara gugatan sengketa waris.
Penyelesaian perkara tersebut dilakukan melalui proses mediasi kembali berhasil dilakukan oleh Mahkamah Syar’iyah Jantho, keberhasilan kali ini tercatat dalam perkara sengketa kewarisan dengan nomor register 244/Pdt.G/2021/MS.Jth.
Sebagaimana tercatat bahwa perkara tersebut terdaftar melalui e-court di Mahkamah Syar’iyah Jantho pada tanggal 30 Juni 2021 berhasil mencapai kesepakatan perdamaian dalam proses mediasi yang dilaksanakan dari tanggal 27 Juli 2021 sampai 2 Agustus 2021.
Hakim mediator yang ditunjuk Murtadha, Lc, dalam keterangannya menyampaikan bahwa, mediasi ini berhasil dicapai kesepakatan perdamaian setelah menempuh 4 kali pertemuan dalam metode mediasi sempat pula dilakukan kaukus (adalah sebuah upaya hearing perpihak) dalam rentang waktu 8 hari.
“Alhamdulillah, kita sangat bersyukur sengketa kewarisan antara Para Penggugat dan Tergugat berhasil mencapai kesepakatan perdamaian, padahal objek yang disengketakan mencapai 17 objek dengan nilai hampir 2 Milyar, ini semua berkat Petunjuk dari sang khalik Allah subhanallahu wata’ala yang telah membukakan hati para pihak untuk menyelesaikan sengketa ini secara kekeluargaan, kemudian keinginan kuat para pihak untuk menjaga tali persaudaraan dan terakhir juga dibantu peran dari para kuasa hukum masing-masing pihak yang telah memberikan nasihat-nasihat bermakna kepada Para pihak kliennya untuk menyelesaikan sengketa ini dengan damai,” tutur Murtadha.
Ia menambahkan bahwa, tanda-tanda akan tercapainya kesepakatan perdamaian ini baru terlihat pada pertemuan kedua, setelah itu Hakim Mediator langsung mengagendakan jadwal mediasi dalam waktu yang berdekatan agar tanda-tanda perdamaian yang udah terlihat bisa segera terwujud.
“Upaya Mediasi ini sangat menguras energi, pertama karena Para Pihak berdomisili di kabupaten bahkan provinsi yang berbeda, sehingga kita harus mengagendakan jadwal mediasi yang berdekatan supaya para pihak bisa sekali jalan, kedua mediasi ini juga memakan waktu yg panjang, setiap pertemuan berlangsung dari pagi jam 10.00 sampai jam 17.30 WIB, tapi Alhamdulillah ini bisa terbayarkan tuntas dengan hasil yang sempurna yaitu kesepakatan perdamaian yang Insya Allah saling menguntungkan kedua belah pihak,” lanjutnya.
Ketua Mahkamah Syar’iyah Jantho, Siti Salwa, S.H.I, M.H. sangat mengapresiasi hasil kesepakatan perdamaian dalam proses mediasi tersebut.
“Alhamdulillah ini adalah keberhasilan mediasi pertama dalam sengketa kebendaan pada triwulan ketiga di Mahkamah Syar’iyah Jantho, Mudah-mudahan ini dapat terjadi juga pada perkara-perkara gugatan lainnya, sehingga masyarakat dapat menyelesaikan sengketa diantara mereka tanpa ada timbul luka yang mendalam di sanubari dikemudian harinya, karena disatu sisi para pihak masih bertalian hubungan darah dalam Ikatan keluarga besarnya,” ungkap Siti Salwa.
Dengan keberhasilan mediasi ini, kata dia, Mahkamah Syar’iyah Jantho telah menambah catatan positif untuk kesekian kalinya dalam penyelesaian perkara tanpa melalui proses litigasi. Sebagaimana diketahui bahwa, mediasi merupakan proses dimana para peserta, bersama-sama dengan bantuan dari orang yang netral, sistematis mengisolasi sengketa dalam rangka untuk mengembangkan pilihan, mempertimbangkan alternatif dan mencapai penyelesaian sengketa yang akan mengakomodasi kebutuhan mereka.
Dalam Hal ini mediator Mahkamah Syar’iyah jantho telah menjalankan amanah Surah Al Anfal ayat 61 dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang mediasi serta Pasal 154 Rbg (Rechtreglement voor de Buitengeweste).[]