Gonjang-Ganjing Pergantian Plt Sekda Aceh

Share

NUKILAN.id | Indepth — Pagi itu, Rabu 19 Februari 2025, lantai marmer Aula Serbaguna Kantor Gubernur Aceh berkilau diterpa cahaya. Di tengah ruangan, di hadapan sejumlah pejabat, Wakil Gubernur Aceh Fadhlullah menyerahkan selembar Surat Keputusan (SK) penting kepada Alhudri.

Dengan senyum sumringah, pria yang pernah memimpin Dinas Sosial Aceh itu menerima mandat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh, menggantikan pejabat sebelumnya, Diwarsyah.

Namun, kegembiraan itu tak berlangsung lama. Hanya sehari berselang, badai politik mulai berembus kencang.

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Zulfadhli—akrab disapa Abang Samalanga—mengguncang publik lewat pernyataan keras. Lewat pernyataannya di media, ia menilai pengangkatan Alhudri tidak sah secara hukum.

“SK Alhudri cacat secara prosedural,” tegas politisi Partai Aceh itu di Banda Aceh, Kamis (20/2/2025).

Menurut Zulfadhli, proses penerbitan SK tersebut tak mengikuti mekanisme yang berlaku. Ia menyebutkan tidak adanya telaah staf dari pejabat berwenang, termasuk tidak ada paraf dari Kepala Badan Kepegawaian Aceh (BKA).

“Ini pelanggaran serius, tidak bisa dibiarkan,” tambahnya dengan nada prihatin.

Perdebatan Hukum yang Panas

Di tengah memanasnya polemik, suara pembelaan datang dari kubu pemerintahan. Juru Bicara Mualem-Dek Fadh, Kamaruzzaman—yang akrab disapa Ampon Man—menegaskan bahwa penunjukan Alhudri sudah sah.

Sebagaimana dilansir dari Dialeksis, ia menekankan bahwa SK tersebut ditandatangani langsung oleh Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem), dan menurut asas hukum, setiap keputusan pemerintah harus dianggap benar hingga ada pembatalan dari lembaga peradilan.

“Kalau dinilai cacat formal, mekanisme pembatalannya harus lewat PTUN atau Gubernur itu sendiri,” jelas Kamaruzzaman.

Namun, tak semua pihak sependapat. Faisal Jamaluddin, Juru Bicara Relawan Pemenangan Mualem-Dek Fadh, mengungkapkan hasil telaah timnya. Dikutip dari Popularitas.com, Faisal menyebut SK tersebut disusun terburu-buru, penuh kekeliruan administratif, dan berpotensi bermasalah secara hukum di masa depan.

“Sudah, kami sudah lihat SK itu, seperti disusun kurang cermat dan tergesa-gesa. Selain itu juga terdapat beberapa kesalahan prosedural dan cacat hukum,” terangnya. Faisal meminta agar SK tersebut segera ditinjau ulang demi menjaga marwah birokrasi Aceh.

Sementara itu, pakar hukum dari Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh, M Jafar, justru berpandangan lain. Ia menegaskan bahwa tanda tangan gubernur sudah cukup untuk membuat SK tersebut sah.

“Keputusan tersebut tetap sah karena ditandatangani langsung oleh gubernur,” kata Jafar, Kamis, 20 Februari 2025, dikutip dari Dialeksis.

Pergantian yang Mengejutkan

Di tengah perdebatan yang belum reda, sebuah kejutan baru datang. Belum genap sebulan menjabat, Alhudri digantikan.

Pada Senin, 17 Maret 2025, Gubernur Aceh Mualem menyerahkan SK baru kepada M Nasir Syamaun di Anjong Mon Mata, Banda Aceh. Acara itu disaksikan langsung oleh Ketua DPRA Zulfadhli dan sejumlah pejabat lain, seperti dikutip dari waspadaaceh.com.

Juru Bicara pasangan Mualem-Dek Fadh, Kamaruzzaman, buru-buru meluruskan spekulasi yang berkembang. Ia menyebut pergantian tersebut sebagai bagian dari “penyegaran birokrasi” dan membantah adanya kaitan dengan polemik hukum sebelumnya.

Dikutip dari theacehpost.com, menurut Ampon Man, Mualem dan M Nasir Syamaun memiliki chemistry (kecocokan) yang kuat untuk saling melengkapi.

“Kalau sama Pak Nasir ini kan beliau (Mualem) sudah kenal lama, sudah kenal 15 tahun di Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI),” ungkapnya.

Dalam analoginya, ia bahkan menyamakan hubungan Sekda dan Gubernur layaknya hubungan suami-istri dalam sebuah keluarga. Ia mengibaratkan rumah tangga, tentu kepala keluarga berhak memilih pasangan yang cocok untuk membangun rumah tangga yang harmonis.

Kini, M Nasir Syamaun resmi mengemban dua peran sekaligus: Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Aceh (Dispora) dan Plt Sekda Aceh. Sementara Alhudri, yang sempat menjadi sorotan, kembali ke posisi sebelumnya sebagai Staf Ahli Gubernur.

Titik Senyap di Tengah Riuh

Kursi Sekda Aceh seolah menjadi medan pertarungan sunyi. Di balik keputusan-keputusan politik yang tampak tegas di permukaan, terselip perdebatan panjang soal mekanisme, legitimasi, dan loyalitas.

Pergantian dari Alhudri ke M Nasir Syamaun memang terlihat seakan biasa saja—penyegaran, begitu narasi resmi yang dibangun. Namun bagi banyak mata yang jeli, babak ini meninggalkan satu catatan penting: di dalam dinamika pemerintahan, hukum, prosedur, dan kedekatan personal selalu berkelindan, kadang menajamkan ketegangan, kadang pula membungkusnya dalam senyum diplomatis.

Dan bagi rakyat Aceh, apa pun kisah di balik layar itu, satu harapan tetap bergema: semoga tata kelola pemerintahan yang lebih solid di era Mualem. Namun pertanyaannya, akankah pergantian ini benar-benar menjadi awal dari penyegaran birokrasi? Ataukah justru menandai babak baru dari tarik-menarik kepentingan yang lebih kompleks di balik meja-meja kekuasaan Aceh?

Hanya waktu yang akan menjawab. Sementara itu, publik tetap menjadi saksi atas bagaimana kisah pemerintahan ini ditulis — kadang cepat, kadang penuh kejutan — di atas lembaran sejarah Aceh yang terus bergulir. (XRQ)

Penulis: Akil

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News