Gelang Jemaah Haji Indonesia Dilengkapi Fitur Pemantau Kesehatan

Share

Nukilan.id – Haji merupakan salah satu bagian dari ibadah yang diidam-idamkan, dan paling dinanti kesempatannya bagi hampir seluruh umat Muslim di dunia, termasuk Indonesia. Diminati semua kalangan tanpa mengenal batasan usia, mulai dari kalangan muda, dewasa, hingga lanjut usia, nyatanya ada satu hal yang membuat ibadah haji berbeda dari sekadar melaksanakan umrah.

Karena waktu pelaksanaannya terbatas, di Indonesia sendiri pelaksanaan haji berjalan dengan sistem antrean yang bisa berlangsung selama puluhan tahun. Karena itu tak dimungkiri, jika secara umum jemaah yang melaksanakan ibadah haji banyak didominasi oleh kalangan orang tua berusia lanjut.

Di lain sisi, kondisi tersebut juga memunculkan peristiwa yang tak terhindarkan setiap tahunnya, yakni angka kematian yang terjadi saat pelaksanaan haji di tanah suci Makkah. Meski sebenarnya, angka kematian itu sendiri tidak selalu dialami oleh jemaah berusia lanjut.

Kondisi ini yang sejatinya masih menjadi catatan dan tugas besar bagi Kementerian Agama (Kemenag), dan panitia pelaksana ibadah haji di tanah air. Pasalnya, kematian saat melaksanakan ibadah haji menjadi sesuatu yang sangat dihindari.

Meninggalnya 300-400 jemaah per tahun

Mengutip penjelasan yang disampaikan oleh dr. Budi Sylvana selaku Kepala Pusat Kesehatan Haji di Indonesia, terungkap jika dalam kurun waktu 15 tahun terakhir, nyaris tidak ada penurunan angka kematian jemaah haji Indonesia yang signifikan.

Lebih detail, tingkat kematian jemaah haji Indonesia yang terjadi berada di angka 2 per mil atau sama dengan 2 kematian per 1.000 jemaah. Sebelum pandemi, dengan kuota jemaah haji Indonesia yang berada di angka 220 ribu, maka ada sekitar 300-400 jemaah yang meninggal per tahunnya.

Angka itu tragisnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan catatan angka kematian jemaah haji India dan Malaysia. Di mana India memiliki catatan kematian jemaah 1 orang per mil, sedangkan Malaysia 0,3 orang per mil.

Pada acara pembukaan Bimbingan Teknis Panitia Penyelenggara Ibadah haji (PPIH), di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Selasa (17/5/2022), Budi juga mengungkap faktor utama penyebab kematian jemaah Haji Indonesia.

“Dua penyakit penyebab kematian tertinggi adalah kardiovaskuler (jantung) dan respiratory disease atau pneumonia. Namun ada faktor lain, kelelahan menjadi faktor utama penyebab kematian jemaah,” papar Budi.

Belum lagi, ada beberapa kondisi yang diyakini juga dapat memengaruhi daya tahan tubuh para jemaah, di antaranya kondisi suhu panas ekstrem di Makkah dan sekitar negara Arab Saudi. Baru-baru ini, Menteri Agama Yaqut Cholil bahkan mengungkap jika suhu di Arab Saudi bisa mencapai 50 derajat celsius saat pelaksanaan haji.

“Di Saudi sedang musim panas. Jadi kemarin kami ke sana, itu temperatur kurang lebih 40-44 derajat celcius, menurut informasi yang saya terima di Saudi, itu belum di masa puncak. Nanti di saat pelaksanaan ibadah hingga puncak haji diperkirakan bisa mencapai 50 derajat celcius,” jelasnya

Pendeteksi kesehatan pada gelang haji

Sebenarnya sebelum dilakukan pemberangkatan, jemaah Haji sudah pasti melakukan berbagai tahapan pemeriksaan, untuk memastikan apakah calon jemaah aman untuk berangkat atau tidak. Namun pada beberapa kondisi, kerap terjadi situasi tak terduga saat pelaksaan yang jelas menjadi hal tak terhindarkan, salah satunya menurunnya kondisi kesehatan secara drastis yang berujung pada kematian.

Sejauh ini beberapa hal terus dilakukan oleh pemerintah atau Kemenag dalam mengantisipasi hal tersebut. Selain memberikan penyuluhan kepada para calon jemaah jauh sebelum hari pelaksanaan, sejumlah fasilitas pendukung juga terus dikembangkan.

Salah satunya baru-baru ini, Kemenag menyampaikan bahwa Kementerian Kesehatan (Kemenkes) membuat pengembangan teknologi berupa fitur pendeteksi kesehatan, pada setiap gelang penanda yang biasanya memang dipakai oleh para jemaah Haji.

Disebutkan bahwa pada gelang tersebut, disematkan fitur yang dapat mengukur detak jantung dan kadar oksigen penggunanya. Lain itu, catatan kondisi dari gelang tersebut juga akan terhubung dengan petugas haji atau penanggung jawab masing-masing rombongan, sehingga lebih mudah terpantau.

Lebih jauh ketika ada seorang jemaah yang mengalami kondisi kurang baik atau dirasa tidak normal, penindakan bisa dilakukan secara cepat dengan harapan dapat mencegah kematian.

Di samping itu, Menag Yaqut juga berharap agar para jemaah Haji Indonesia mulai mempersiapkan diri dengan cuaca ekstrem di Arab Saudi. Salah satunya dengan memperhatikan asupan gizi dan kondisi kesehatan jelang keberangkatan. Ia juga berharap semua jemaah haji Indonesia memiliki kesiapan fisik yang prima.

Dirinya juga menekankan kepada para panitia atau pembimbing jemaah, untuk terus mengedukasi pentingnya menjaga kesehatan dan tidak memaksakan ibadah yang berlebihan, terutama yang memiliki penyakit bawaan sebelum masa puncak haji.

“Saya minta edukasi jemaah kita. Kenapa banyak yang tumbang saat wukuf, setelah kita gali banyak jemaah sebelum wukuf melakukan aktivitas yang berlebihan,” pungkas Menag Yaqut, mengutip iNews. [GNFI]

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News