NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Upaya percepatan pemulihan pascabanjir di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, mendapat dukungan tidak biasa namun sangat berarti. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh menurunkan empat gajah terlatih beserta tim pendamping ke sejumlah titik terdampak pada Minggu (7/12/2025).
Seluruh proses dilakukan dengan perencanaan ketat dan tetap mengutamakan prinsip kesejahteraan satwa.
Kepala Balai KSDA Aceh, Ujang Wisnu Barata, menjelaskan bahwa sebelum gajah diturunkan, tim melakukan survei menyeluruh untuk menilai kondisi lapangan, akses menuju lokasi, tingkat keamanan, hingga kebutuhan operasional.
Temuan survei inilah yang menjadi dasar penyusunan rute, titik kerja, area istirahat, serta pengaturan waktu kerja yang disesuaikan dengan kemampuan gajah.
Sebagai bagian dari pemenuhan aspek kesehatan satwa, tim memastikan area istirahat telah tersedia dengan baik—pakan yang cukup, suplemen pendukung, hingga pemantauan kesehatan secara berkala.
Kebutuhan air minum juga menjadi perhatian utama. Untuk itu, satu unit mobil slip-on berisi tangki air dan selang disiagakan di lokasi agar kebutuhan air minum gajah terpenuhi setiap saat.
Ujang menyebut pemanfaatan gajah dalam operasi kebencanaan bukan hal baru. Praktik serupa pernah diterapkan di sejumlah negara Asia, termasuk Indonesia, saat penanganan bencana tsunami Aceh tahun 2004.
Pemanfaatan ini merupakan bagian dari konsep guna liman atau penggunaan gajah secara lestari dengan tetap memprioritaskan keselamatan dan kesejahteraan satwa.
“Keempat Gajah terlatih diangkut menggunakan truk langsir dari tempat tambat menuju lokasi target penanganan, hal ini dilakukan untuk keamanan dan keselamatan Gajah termasuk menghidari stres sebelum mendukung penanganan area terdampak banjir”, ujar Ujang.
Ia menambahkan bahwa dalam situasi darurat seperti saat ini, Balai KSDA Aceh merasa memiliki tanggung jawab moral untuk membantu masyarakat. Dukungan gajah terlatih menjadi salah satu cara untuk mempercepat pembersihan material pascabencana.
Penentuan titik kerja dilakukan melalui koordinasi intensif dengan Bupati Pidie Jaya dan unsur kepolisian. Koordinasi tersebut bukan hanya terkait keamanan personel dan satwa, tetapi juga mengenai batas waktu kerja agar beban kerja gajah tidak melebihi kapasitasnya.
Ujang menyampaikan apresiasi kepada seluruh petugas, relawan, serta pihak yang terlibat dalam pemanfaatan gajah dalam operasi pemulihan ini. Meski pemanfaatan gajah untuk membantu pekerjaan berat telah lazim di berbagai tempat, Ujang menegaskan bahwa praktik tersebut tidak seharusnya dinormalisasi secara terus menerus.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan turut berkomitmen memastikan akses ke wilayah terdampak terbuka secepatnya serta kebutuhan dasar warga yang terkena dampak dapat dipenuhi sambil menunggu pemulihan menyeluruh.
Adapun tim lapangan terdiri dari delapan mahout, personel Polisi Kehutanan (Polhut) Resor, serta seorang dokter hewan yang dibekali perlengkapan medis lapangan. Operasi ini juga mendapat pengawalan penuh dari aparat kepolisian guna memastikan seluruh proses berjalan aman dan tertib.
Mobilisasi gajah ini menjadi langkah kolaboratif dalam mempercepat pemulihan lingkungan pascabanjir, terutama di area yang sulit dijangkau alat berat. Selain membantu penanganan dampak bencana, kehadiran gajah dalam misi ini kembali menegaskan pentingnya menjaga habitat dan keselamatan mereka.
“Ini bukti betapa Gajah bukanlah musuh manusia, jangan rusak habitatnya, jangan ganggu rumah mereka. Karena dalam situasi darurat, saat semua sudah lumpuh, Gajahlah yang akan melindungi manusia.” ujar Ujang. (XRQ)





