NUKILAN.ID | BANDA ACEH — Polemik seputar status kepemilikan empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil—Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek—memasuki babak serius. Tak hanya memicu aksi massa, persoalan ini juga menyita perhatian kalangan wartawan dari berbagai asosiasi pers, termasuk Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh.
PWI Aceh Desak Pemerintah Pusat Bertindak
Ketua PWI Aceh, Nasir Nurdin, menilai situasi yang berkembang di lapangan berpotensi menimbulkan konflik antarprovinsi. Karena itu, ia mendesak pemerintah pusat untuk segera merespons.
“Kondisi di lapangan sudah sangat serius bahkan berpotensi menyulut konflik antar-provinsi. Pusat harus secepatnya merespons persoalan ini,” kata Nasir Nurdin dalam siaran pers, Rabu (4/6/2025).
Lebih lanjut, Nasir mengungkapkan munculnya beragam spekulasi di kalangan wartawan. Ia menyebutkan bahwa kegaduhan terkait status keempat pulau tersebut diduga berkaitan dengan sejumlah agenda besar lain yang tengah berjalan.
“Juga ada yang menghubung-hubungkan perubahan status administratif empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil itu untuk pengalihan investasi gas dan minyak bumi lepas pantai dari wilayah Aceh ke Sumut,” kata Nasir mengutip berbagai spekulasi terkait status keempat pulau tersebut.
Nasir juga menyoroti kecenderungan sejumlah politisi yang dianggap memanfaatkan polemik ini demi kepentingan pencitraan.
“Kecenderungan yang terlihat adalah para politisi berlomba menunjukkan kepedulian dan membangun pencitraan di atas persoalan itu. Kita hargai itu, tetapi masih ada jalur lain sebagai pintu masuk, misalnya membuka ruang diskusi dan perdebatan dengan pihak Pusat menggunakan basis data berupa dokumen atau jejak sejarah,” ujar Nasir Nurdin.
Penolakan Ulama dan Aksi Warga
Sikap tegas juga datang dari para ulama di Kabupaten Aceh Singkil. Mereka menolak Keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang mengalihkan kepemilikan empat pulau ke wilayah administratif Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.
Penolakan ini tidak hanya dilontarkan lewat pernyataan. Pada Selasa, 3 Juni 2025, ratusan warga yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Masyarakat Aceh Menggugat Mendagri (AGAMM) menggelar aksi protes di Pulau Panjang.
Koordinator aksi, Muhammad Ishak, menyebut keputusan Mendagri tersebut sebagai bentuk ketidakadilan yang nyata.
“Tidak ada satu pun celah yang menunjukkan bahwa keempat pulau ini milik Sumatera Utara. Ini bentuk kezaliman sistematis dan penuh rekayasa,” tegas Muhammad Ishak.
AGAMM tak hanya mengecam keputusan itu, tetapi juga menuntut pemerintah daerah untuk bertindak tegas. Mereka mendesak agar Pemkab Aceh Singkil dan Pemerintah Aceh tidak tinggal diam.
“Kalau tuntutan ini tidak digubris, kami siap turun dengan kekuatan yang lebih besar,” ujar Ishak, sebagaimana dikutip Ketua PWI Aceh.
Perlu Pendekatan Diplomatik dan Data Historis
Situasi yang berkembang saat ini dinilai membutuhkan pendekatan yang lebih cermat. Selain tekanan politik dan aksi massa, dibutuhkan pula kekuatan data serta diplomasi yang elegan.
Sejauh ini, belum ada tanggapan resmi dari Pemerintah Aceh maupun pemerintah pusat. Namun, desakan dari berbagai pihak agar status empat pulau tersebut dikaji ulang terus menguat.
Editor: Akil