Nukilan.id – Ekonom Bank Mandiri, Faisal Rachman melihat sejumlah risiko yang datang bagi pergerakan nilai tukar rupiah di tahun 2021 ini. Risiko pertama datang dari naiknya yield US Treasury tenor 10 tahun.
Peningkatan ini disebabkan oleh ekspektasi lebih cepat pulihnya kondisi ekonomi Amerika Serikat (AS), sehingga ekspektasi inflasi naik dan membuat investor meminta yield yang lebih tinggi.
Kondisi ini memicu adanya risiko arus modal asing yang keluar (capital outflow) dari pasar keuangan Indonesia dan akan melemahkan nilai tukar rupiah. Sebenarnya, capital outflow ini pun sudah mulai terlihat pada awal Maret 2021.
Risiko kedua, datang dari faktor musiman pembayaran imbal hasil investasi ke nonresiden (asing) yang naik. Di Indonesia sendiri, pembayaran imbal hasil ini terjadi di kuartal II-2021 dan kuartal III-2021.
“Kondisi tersebut bisa cenderung membuat rupiah melemah sampai dengan kuartal II-2021 atau pertengahan kuartal III-2021,” ujar Faisal kepada Kontan.co.id, Senin (22/3).
Namun, Faisal masih melihat setitik harapan di tengah gonjang-ganjing rupiah ini, yaitu cadangan devisa Indonesia sebagai bantalan pertama yang masih tinggi. Seperti kita ketahui, cadangan devisa pada Februari 2021 lalu tercatat US$ 138,80 miliar atau yang tertinggi sepanjang sejarah.
Dengan masih perkasanya cadangan devisa tersebut, membuat BI masih memiliki kemampuan untuk menstabilkan nilai tukar rupiah di periode pertengahan tahun tersebut.
Pun, dengan posisi cadangan devisa yang tambun tersebut, Faisal masih optimistis ini bisa menjaga level psikologis pasar.
Ia menyebut, standard kecukupan internasional cadangan devisa adalah sekitar 3 bulan impor. Sementara, posisi cadangan devisa saat ini setara dengan pembiayaan 10,5 bulan impor atau 10,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri (ULN) pemerintah.
“Selama di atas standard kecukupan tersebut, cadangan devisa masih dalam kategori aman. Sementara cadangan devisa Indonesia jauh berada di atas standard kecukupan internasional tersebut,” ujar Faisal.
Selain cadangan devisa yang masih perkasa, nilai tukar rupiah juga masih bisa ditopang dengan surpls neraca perdagangan yang diperkirakan masih berlanjut dan real rate Surat Berharga Negara (SBN) yang masih sangat menarik karena inflasi yang terjaga.
Ke depan, seiring dengan menurunnya angka kasus harian yang didukung oleh program vaksinasi, diharapkan pembatasan aktivitas bisa dilonggarkan, sehingga permintaan bisa bergulir naik dan proses pemulihan ekonomi dapat dipercepat.
Tak hanya itu, Faisal berharap adanya implementasi Omnibus Law dan Lembaga Pengelola Investasi (LPI) bisa mampu mengundang masuk investasi langsung asing atau foreign direct investment (FDI).
Sehingga demikian, Faisal berharap arus modal asing kembali masuk di semester II-2021 sehingga nilai tukar urpiah masih memiliki peluang untuk menguat di akhir tahun 2021.
Dengan perkembangan tersebut, Faisal masih optimistis nilai tukar rupiah di akhir tahun ini akan berada di kisaran Rp 14.177 per dollar AS [Kontan.co.id].