Dugaan Korupsi Kuota Haji 2024, Bayang-bayang Lama di Kementerian Agama

Share

Nukilan | Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyelidiki dugaan korupsi dalam pengelolaan kuota haji tahun 2024. Kasus ini mencuat setelah Panitia Khusus (Pansus) Haji DPR menemukan indikasi penyimpangan dalam pembagian kuota tambahan yang dilakukan oleh Kementerian Agama (Kemenag). Nama mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas alias Gus Yaqut pun masuk dalam daftar pihak yang berpotensi dipanggil oleh penyidik.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menegaskan bahwa KPK membuka peluang untuk memanggil siapa pun yang dinilai mengetahui konstruksi perkara ini. “Tentu KPK membuka peluang kepada pihak-pihak siapa saja yang memang mengetahui dari konstruksi perkara ini untuk kemudian dipanggil dan dimintai keterangannya,” kata Budi seperti dikutip dari Detik.com, Senin (23/6/2025).

Langkah KPK ini menandai babak baru dari pengawasan terhadap transparansi dalam pengelolaan ibadah haji, sebuah ibadah penting yang setiap tahunnya melibatkan ratusan ribu jemaah dan anggaran yang tidak kecil.

Dugaan Pelanggaran dalam Pembagian Kuota Tambahan

Permasalahan bermula dari temuan Timwas Haji DPR terhadap pelaksanaan haji 1445 H/2024 M, yang kemudian mendorong terbentuknya Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji. Pansus ini disahkan melalui rapat paripurna DPR RI pada Kamis (4/7/2024), sebagai bentuk kontrol terhadap kebijakan dan tata kelola haji yang berada di bawah tanggung jawab Kementerian Agama.

Anggota Pansus, Wisnu Wijaya, memaparkan bahwa berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2024, kuota haji Indonesia ditetapkan sebanyak 241.000 jemaah, terdiri dari 221.720 jemaah reguler dan 19.280 jemaah haji khusus. Namun, Kementerian Agama justru menetapkan pembagian kuota tambahan secara merata, yakni 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. “Itu menyalahi aturan yang sudah ditetapkan bersama,” ujar Wisnu dalam pernyataannya yang dikutip dari Tempo, Sabtu (14/9/2024).

Perubahan itu menimbulkan kecurigaan bahwa ada intervensi dalam distribusi kuota yang dapat menguntungkan pihak tertentu, khususnya biro-biro perjalanan haji khusus yang dikenal memiliki biaya lebih mahal.

Dalam penyelidikan awal, KPK telah memanggil Ustaz Khalid Basalamah, seorang pendakwah populer yang juga pemilik travel haji dan umrah bernama Uhud Tour. Pemeriksaan dilakukan pada Senin (23/6/2025) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.

Menurut penelusuran, Uhud Tour beralamat di kawasan Kramat Jati, Jakarta Timur. Biro ini menawarkan berbagai paket layanan, termasuk haji reguler, haji khusus, umrah, dan badal haji. Nama Khalid sendiri dikenal luas sebagai penceramah yang aktif berdakwah melalui media sosial dan televisi nasional. Akun Instagram-nya @basalamahofficial memiliki lebih dari 3,6 juta pengikut, sementara kanal YouTube-nya diikuti oleh 3,17 juta subscriber.

Dikutip dari Antara, selain berdakwah, Khalid juga aktif sebagai pengusaha. Ia mendirikan restoran Timur Tengah bernama Ajwad Resto, bisnis herbal, dan fashion muslim. Dengan berbagai afiliasi bisnis dan pengaruh publiknya, keterlibatan Khalid dalam kasus ini dinilai strategis untuk ditelusuri.

Dorongan Transparansi

Dukungan terhadap langkah KPK datang dari berbagai pihak. Anggota Komisi VIII DPR Hidayat Nur Wahid menyatakan bahwa penyelidikan ini penting demi menjaga akuntabilitas dan mencegah konflik berkepanjangan di ruang publik.

“Sesuai fakta yang dimiliki KPK, jika ada penyimpangan yang terindikasi korupsi, silakan ditindak siapa pun yang terbukti bersalah. Tapi jika tidak terbukti, juga harus dijelaskan secara terbuka,” kata Hidayat, dikutip dari RRI, Rabu (25/6/2025).

Sementara itu, Budi Prasetyo menegaskan bahwa pemanggilan terhadap Gus Yaqut sangat mungkin dilakukan jika keterangannya dibutuhkan. “KPK tidak menutup kemungkinan untuk memanggil siapa pun yang memang dibutuhkan keterangannya untuk membuat terang perkara ini,” ujar Budi dalam pernyataan kepada Investor.id, Rabu (25/6/2025).

Jejak Panjang Korupsi di Kemenag

Skandal kuota haji 2024 bukanlah yang pertama. Kementerian Agama memiliki sejarah panjang dalam kasus korupsi, terutama yang berkaitan dengan pengelolaan haji. Pada 2005, mantan Menag Said Agil Husin al Munawar tersandung kasus korupsi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan Dana Abadi Umat.

Tahun 2011–2012, anggota DPR dari Partai Golkar, Zulkarnen Djabar, dan Ketua AMPG Fahd El Fouz dinyatakan bersalah atas kasus pengadaan Al-Qur’an dan laboratorium madrasah.

Kasus terbesar terjadi pada 2016, saat mantan Menteri Agama Suryadharma Ali divonis enam tahun penjara karena terbukti menyalahgunakan dana operasional menteri serta memanipulasi distribusi kuota haji.

“Menyatakan terdakwa Suryadharma Ali terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” ujar hakim ketua Aswijon saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (11/1/2016), dikutip dari Detik.com.

Kegagalan Reformasi

Menurut peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM, Zaenur Rohman, akar dari persoalan ini adalah kegagalan reformasi birokrasi di Kemenag. “Masih banyak titik rawan korupsi di Kemenag, termasuk dana haji, anggaran madrasah, dan pengadaan barang/jasa,” ujar Zaenur kepada BBC Indonesia (20/3/2019).

Zaenur menekankan pentingnya integritas dari pimpinan tertinggi. “Kunci perubahan ada pada Menteri Agama. Ia harus punya keberanian untuk menerapkan prinsip zero tolerance terhadap korupsi.”

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai bahwa permasalahan penyelenggaraan haji tak akan selesai jika masih dikelola oleh Kementerian Agama. “Sudah saatnya ada lembaga khusus yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden,” kata Emerson Yuntho, anggota Badan Pekerja ICW.

Lembaga tersebut, lanjut Emerson, harus dikelola secara profesional, transparan, dan bebas dari intervensi politik. Ia juga mendorong diberlakukannya moratorium pendaftaran dan setoran dana calon jemaah selama proses reformasi berlangsung. Usulan serupa pernah dikemukakan oleh KPK sejak 2012, tetapi tidak pernah terealisasi hingga kini.

Kasus dugaan korupsi kuota haji tahun 2024 menunjukkan bahwa even ibadah sebesar dan sesakral haji pun belum terbebas dari tarik-menarik kepentingan politik dan ekonomi. Kemenag sebagai instansi pelaksana terus dihadapkan pada persoalan lama yang belum terselesaikan.

Penyelidikan KPK menjadi harapan baru untuk membongkar praktik-praktik kotor dalam tata kelola ibadah haji. Namun, efektivitasnya akan sangat bergantung pada keberanian institusi hukum, dukungan publik, dan keinginan politik untuk benar-benar melakukan reformasi menyeluruh.

Jika tidak, maka kisah-kisah serupa kemungkinan besar akan terus berulang, menodai makna spiritual ibadah dan mencederai kepercayaan umat. Maka kini saatnya untuk bertanya: sampai kapan ibadah suci dikelola dalam sistem yang tak suci?

Di tengah sorotan publik, proses penyelidikan ini juga menjadi ujian besar bagi pemerintah baru hasil Pemilu 2024. Banyak pihak menilai, penyelenggaraan ibadah haji adalah salah satu wajah pelayanan negara kepada umat Islam yang paling terlihat dan dirasakan langsung. Maka, penyimpangan sekecil apa pun akan berdampak besar terhadap kepercayaan publik.

Jika tak segera ada perbaikan sistemik, dikhawatirkan masyarakat akan kehilangan kepercayaan, tidak hanya pada Kemenag, tetapi juga pada lembaga negara secara umum. Harapan besar kini diletakkan di pundak lembaga-lembaga penegak hukum dan suara publik yang terus mengawasi. Sebab haji bukan hanya soal ritual, tapi juga soal keadilan sosial dan tata kelola yang amanah. []

Reporter: Sammy

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News