Saturday, April 27, 2024

DPRA Tegaskan Qanun Penyiaran Tak Persulit Lembaga Penyiaran Aceh

Nukilan.id – Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rancangan Qanun Aceh tentang penyiaran Aceh yang berlangsung di Gedung Utama Kantor DPR  setempat , pada Kamis (9/11/2023).

Dalam rapat tersebut, Ketua Komisi I DPRA, Iskandar Usman Al-Farlaky memberikan penjelasan terkait Rancangan Qanun Aceh tentang Penyiaran Aceh. Ia menegaskanrancangan tersebut tidak dimaksudkan untuk mempersulit lembaga penyiaran di Aceh.

Iskandar menyayangkan sikap mogok siaran yang diambil oleh lembaga penyiaran di Aceh sebagai respons terhadap rancangan tersebut. 

Menurutnya, lembaga penyiaran di Aceh kurang mendapatkan informasi yang utuh tentang Rancangan Qanun Penyiaran Aceh, sehingga muncul persepsi bahwa rancangan ini dapat memberatkan dan merugikan perusahaan penyiaran di Aceh.

“Saat ini rancangan tersebut masih berupa draf, dan RDPU menjadi forum diskusi resmi untuk menampung aspirasi dari lembaga penyiaran terkait rancangan ini,” ujarnya. 

Ia menekankan bahwa tujuan dari pembuatan qanun ini adalah untuk memastikan perkembangan industri penyiaran dengan memperhatikan kebudayaan, kekhususan, dan kearifan lokal di Aceh, yang dianggapnya sangat penting bagi generasi muda di masa mendatang.

Iskandar juga menanggapi kritikan terkait persentase konten lokal Aceh dan kewajiban siaran lokal Aceh sebanyak 30%. Ia menyatakan bahwa hal tersebut masih menjadi bahan pertimbangan untuk penyempurnaan lebih lanjut. 

“Ini masih belum final, kalau sebelum qanun ini bersifat final, kemudian diambil kesimpulan memberatkan lembaga penyiaran, itu saya kira kurang tepat, nah karena semua masih bisa di diskusikan. Maka di RDPU inilah forum diskusi resmi.” pungkasnya.

Menyangkut dengan presentase konten lokal Aceh kemudian siaran lokal Aceh yang wajib 30% ia akan menampung semua masukan dan menyelaraskan kembali sebagai penyempurnaan.

Dalam rapat ini, yang memberatkan Lembaga Penyiaran di Aceh yakni wajib menyiarkan program program siaran berbahasan Aceh paling sedikit 30 % dari durasi program siaran Aceh.

Menurut anggota forum, jika di kaitkan dengan pasal 153 UUPA maka tidak ada korelasinya, karena wewenang yang diberikan dalam UUPA kepada Pemerintah Aceh adalah untuk menjaga isi atau sirkulasi produk pers dan penyiaran untuk tidak bertentangan dengan nilai Islam, namun untuk mengayaan budaya dalam melaksanakan ke Istimewaan Aceh yaitu masuk dalam unsur penguatan Adat sebagaimana di atur dalam Pasal 2 UU 44/19999.

Kemudian juga diwajibkan kepada Radio untuk menyiarkan 60% program siaran Aceh dari seluruh waktu siaran perhari. [Rjf]

spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Must Read

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Related News

- Advertisement -spot_img