Nukilan.id – Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia untuk mengevaluasi izin konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) milik PT Aceh Nusa Indrapuri yang berada di kawasan Aceh Besar.
Permintaan itu disampaikan Ketua DPRA, Dahlan Jamaluddin dalam pertemuan dengan Jajaran Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) Kementerian LHK, di Jakarta, Kamis (23/12/2021).
Dalam pertemuan tersebut, Dahlan hadir bersama Ketua Komisi IV DPRA Saifuddin Yahya, Wakil Ketua DPRK Aceh Besar Bakhtiar, Ketua Fraksi Partai Aceh DPRK Aceh Besar Juanda Jamal, dan Ketua Forum Mukim Aceh Besar M. Hasyim Usman.
Dahlan meminta kementerian untuk melakukan evaluasi secara serius bersama dengan Pemerintah Aceh dan juga melibatkan masyarakat.
“Jika kementerian tidak serius mengevaluasi izin HTI tersebut maka akan terjadi konflik di lapangan antara masyarakat dengan perusahaan,” katanya.
Kepada Dirjen PHL Kementerian LHK, Dahlan mengatakan bahwa Aceh Nusa Indrapuri menguasai lahan yang sangat luas di dua kabupaten akan tetapi tidak produktif sejak era 1990-an.
Di sisi lain, kata dia, ada masyarakat yang sangat membutuhkan lahan untuk menggerakkan perekonomian tapi tidak mempunyai lahan.
Dahlan meminta agar lahan yang luasnya seratusan ribu hektar tersebut bisa dialihkan kepada masyarakat dan juga kepada mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka.
Pengalihan lahan itu, menurut Dahlan, sesuai dengan program reforma agraria yang sedang digaungkan oleh Presiden Jokowi.
“Harapannya, sebenarnya bukan hanya untuk Aceh Nusa Indrapuri, termasuk juga konsesi-konsesi lain yang ada di Aceh yang saat ini banyak yang bermasalah,” kata Dahlan Jamaluddin.
PT Aceh Nusa Indrapuri menguasai lahan yang membentang dari Kabupaten Aceh Besar hingga Kabupaten Pidie. Sejak tahun 1993, perusahaan tersebut menguasai lahan yang luasnya sekitar 111 ribu hektar di dua kabupaten tersebut.
Wakil Ketua DPRK Aceh Besar, Bakhtiar mengatakan, sejak pertengahan tahun 1990-an dia tidak pernah melihat Aceh Nusa Indrapuri berproduksi.
Bakhtiar yang lahir dan besar di Krueng Kalee, Aceh Besar, mengatakan bahkan perusahaan telah mencaplok kawasan tanah adat mukim yang sehari-hari digunakan oleh masyarakat untuk mengembalakan kerbau dan sapi.
“Di tempat kami ada lahan pengembalaan, itu tanah adat. Diklaim, dipagar, jadi lahan HTI,” kata Bakhtiar.
Sejak dulu, kata dia, perusahaan tersebut hanya menanam batang ekaliptus di lokasi konsesi mereka. Namun, kata dia, tidak jelas produksi dan kegunaan dari batang tersebut.
“Makanya kami berharap atas nama masyarakat, pengelolaan HTI oleh ANI (Aceh Nusa Indrapuri) ini dicabut,” kata politisi Partai Aceh ini. []