NUKILAN.ID | BANDA ACEH — Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) berencana melayangkan surat kepada Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Aceh dan Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Setda Aceh. Langkah ini diambil menyusul pemberitaan media daring di Aceh terkait pemanggilan salah satu Kelompok Kerja (Pokja) di lingkungan Biro PBJ oleh aparat kepolisian.
Ketua DPRA Zulfadhli, A.Md, menegaskan bahwa pemanggilan tersebut perlu ditelusuri lebih lanjut demi mendapatkan kejelasan duduk persoalan yang sebenarnya.
“Iya, tadi ada saya baca berita di media online. Itu Pokja Biro PBJ dipanggil oleh Polda. Ini ada apa, jadi perlu kita dalami,” kata Zulfadhli dalam keterangannya di Banda Aceh, Jumat (11/7/2025).
Menurut Zulfadhli, surat resmi akan dikirimkan pada Senin, 14 Juli 2025, untuk meminta penjelasan langsung dari pimpinan Ditreskrimsus Polda Aceh di hadapan lembaga legislatif tersebut.
Tak hanya itu, DPRA juga berencana menyurati Kepala Biro PBJ beserta sejumlah Pokja untuk mengklarifikasi perkara yang belakangan mencuat ke publik. Menurutnya, penting bagi DPRA untuk mendapatkan penjelasan menyeluruh agar tidak menimbulkan prasangka atau spekulasi.
“Jadi, nanti kita lihat, apakah upaya tersebut sebagai bagian dari penegakan hukum, atau hanya modus untuk ‘barter proyek’ semata,” ujarnya.
Zulfadhli menyayangkan jika benar pemanggilan itu mengarah pada intimidasi atau upaya intervensi yang dapat menghambat roda pembangunan di Aceh. Ia menegaskan bahwa di bawah Pemerintahan Aceh saat ini, komitmen untuk membangun daerah sangat kuat dan membutuhkan dukungan semua pihak, termasuk aparat penegak hukum.
“Pemerintahan Mualem ingin serius membangun Aceh. Jadi hendaknya dukungan semua pihak menyukseskan hal itu,” katanya.
Zulfadhli mengaku mendapat banyak laporan dari masyarakat terkait dugaan praktik tidak etis oknum-oknum penegak hukum yang kerap memanggil Pokja dan diduga berujung pada permintaan “jatah proyek”.
“Apalagi kemudian, pihaknya juga banyak sekali mendapatkan informasi, keluhan dari berbagai pihak, dari masyarakat, bahwa, oknum-oknum di Polda Aceh ini kerap mengganggu jalannya pembangunan dengan cara-cara seperti itu, yakni panggil-panggil Pokja, tapi ujung-ujungnya minta ‘jatah proyek’,” ucapnya.
Ia juga menyoroti sejumlah proyek besar di Aceh yang dinilai bermasalah namun belum tersentuh aparat penegak hukum, seperti proyek multi years (MYC) yang bernilai triliunan rupiah.
“Jika ingin melakukan upaya penegakan hukum, banyak sekali proyek-proyek besar di Aceh ini yang butuh keseriusan Polda Aceh untuk menanganinya. Seperti Proyek Multi Years (MYC) yang nilainya triliunan, itu juga juga berselemak masalah. Nah, tapi kenapa mereka diam,” tegasnya.
Sebagai representasi rakyat, DPR Aceh disebut akan bersikap aktif dalam menyikapi isu tersebut, bahkan bila perlu membawa persoalan ini ke tingkat Mabes Polri agar terang dan jelas.
Zulfadhli juga mengingatkan agar antarinstansi, khususnya aparat penegak hukum dan lembaga pemerintahan, dapat saling menghormati tugas serta kewenangan masing-masing. Ia menekankan pentingnya sinergi dalam mendukung pembangunan Aceh sebagai bagian dari komitmen nasional.
“Saat ini, di bawah Pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto, kita ingin berhasil membangun Aceh sebagai bagian dari NKRI,” ujarnya.
“Karnanya, upaya-upaya menghambat pembangunan dengan pola-pola pendekatan hukum yang serampangan dan terkesan tendensius, hal tersebut bukan cerminan dari semangat Asta Cita Presiden Prabowo Subianto,” pungkas Zulfadhli.
Editor: Akil