NUKILAN.id | Lhoksukon – Lembaga Pemerhati Migas Aceh (LPMA) meminta PT Mubadala Energy Indonesia untuk menempatkan kantor operasionalnya di Aceh Utara, wilayah yang menjadi lokasi pengeboran dan eksplorasi perusahaan migas tersebut.
Ketua LPMA, Dr Bukhari MH CM, menyampaikan desakan itu dikutip dari Serambinews.com, Rabu (23/4/2025). Menurutnya, wacana penempatan kantor Mubadala di luar Aceh Utara bertentangan dengan prinsip keadilan distribusi ekonomi dan semangat otonomi daerah.
“Sudah seharusnya kantor operasional Mubadala Energy dibangun di Aceh Utara dan ini merupakan soal keadilan distribusi ekonomi. Masyarakat Aceh Utara yang menanggung dampak lingkungan dan sosial, jangan sampai hanya jadi penonton,” tegas Bukhari.
Ia menilai, pembangunan kantor di luar wilayah operasi mencerminkan ketidakadilan fiskal dan sosial. Padahal, kata Bukhari, keberadaan kantor perusahaan idealnya berada dekat dengan wilayah operasionalnya untuk memastikan keseimbangan pembangunan daerah.
Pernyataan Bukhari merujuk pada sejumlah regulasi, termasuk Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Selain itu, Pasal 165 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara juga menekankan kewajiban perusahaan tambang untuk memperhatikan keseimbangan pembangunan daerah, termasuk mendirikan kantor di wilayah operasional.
Dalam konteks Aceh, sambung Bukhari, keberadaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh memberi ruang bagi pemerintah daerah untuk mendapatkan manfaat langsung dari sumber daya alam yang berada di wilayahnya.
Tak hanya dari aspek hukum nasional, Bukhari juga menyoroti hal ini dari perspektif keadilan dalam hukum Islam. Ia menyebutkan bahwa prinsip-prinsip seperti al-‘adalah
(keadilan) dan taqsim al-maslahah
(distribusi manfaat) menjadi dasar dalam pengelolaan sumber daya.
“Islam mengajarkan bahwa kekayaan alam adalah amanah yang harus dikelola secara adil. Jika minyak dan gas diambil dari perut bumi Aceh Utara, maka sebagian besar manfaatnya, termasuk kehadiran kantor perusahaan, harus kembali ke daerah itu, bukan justru ke luar wilayah,” pungkasnya.
Editor: AKil