NUKILAN.id | Banda Aceh – Pemerintah Aceh melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) menindak tegas aktivitas perikanan ilegal dengan menyegel satu unit bagan apung tak berizin di kawasan konservasi Pulau Pinang, Siumat, dan Simanaha (PISISI), Kabupaten Simeulue, Aceh. Langkah ini dilakukan demi menjaga kelestarian sumber daya kelautan di wilayah tersebut.
Penyegelan dilakukan Sabtu (14/12/2024) setelah petugas menerima laporan masyarakat terkait aktivitas ilegal di kawasan konservasi tersebut. Kepala DKP Aceh, Aliman, menjelaskan bahwa bagan apung milik seorang warga berinisial SR (38), yang berasal dari Simeulue Timur, telah berulang kali diperingatkan namun tetap beroperasi.
“Awalnya, perangkat sidang adat laut Lhok Air Pinang telah memberikan teguran kepada pemilik bagan untuk memindahkan alat tangkap itu. Namun, peringatan itu tidak diindahkan, sehingga perangkat adat menyerahkan penanganan kasus ini kepada kami,” ujar Aliman, Senin (16/12/2024).
Aktivitas bagan apung SR dinilai melanggar hukum adat Lhok Air Pinang, yang secara tegas mengatur jalur penangkapan ikan di wilayah tersebut. Selain itu, SR juga diduga melanggar PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan PP Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan.
“Daerah penangkapan ikan bagan apung ini tidak sesuai dengan jalur yang telah diatur. Selain itu, keberadaannya telah menimbulkan dampak ekonomi dan sosial budaya negatif bagi masyarakat sekitar,” kata Aliman.
Dalam proses penyegelan ini, DKP Aceh bekerja sama dengan Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Lampulo, Direktorat Polisi Perairan dan Udara (Dit Polairud) Polda Aceh, serta Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS).
Penindakan terhadap bagan apung ilegal ini bukan hanya soal penegakan hukum, tetapi juga menjaga kelestarian kekayaan laut Aceh yang menjadi sumber penghidupan masyarakat. Aliman menegaskan bahwa pengawasan akan terus diperketat demi memastikan pelaku usaha di sektor kelautan dan perikanan mematuhi peraturan yang berlaku.
“Kelalaian seperti ini jika dibiarkan, berpotensi menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi lingkungan dan masyarakat. Kami ingin mendorong kepatuhan dalam tata kelola usaha perikanan agar semua berjalan sesuai aturan dan hukum adat,” ujarnya.
DKP Aceh juga mengimbau seluruh pelaku usaha perikanan untuk selalu mematuhi regulasi, mulai dari perizinan hingga alat tangkap yang digunakan. Hukum adat laut, yang menjadi bagian dari budaya maritim Aceh, harus dihormati sebagai bentuk kearifan lokal yang telah diwariskan turun-temurun.
“Upaya ini bukan hanya soal penegakan hukum, tetapi juga memastikan bahwa kelestarian sumber daya ikan dan lingkungan tetap terjaga, demi keberlanjutan generasi mendatang,” pungkas Aliman.
Kawasan konservasi seperti PISISI di Simeulue menjadi salah satu aset penting Aceh yang tidak boleh dirusak oleh aktivitas perikanan ilegal. Dengan langkah tegas ini, DKP Aceh berharap dapat menciptakan kesadaran kolektif bagi para pelaku usaha untuk mendukung kelestarian laut dan kehidupan masyarakat pesisir.
Editor: Akil